Top Ad unit 728 × 90

Popular Posts

Antara Good Governance dan Karakter Sifat-Sifat Rasul: Upaya Melawan Korupsi (Laten) Hari Ini

Semacam Hantaran
Fitrah manusia sejak diciptakan mempunyai kecenderungan bersosial. Ketika bersosial maka akan terjadi gesekan-gesekan positif maupun negatif. Bisa jadi, gesekan akan menjadikan kita semakin menghargai (plural) atau menjadikan kita semakin ingin mendominasi (primordial). Melihat hal itu, proses bersosial (belajar) sangat menentukan dalam menciptakan manusia-manusia ulul albab.

Selain itu, fitrah manusia itu adalah suci. Menurut John Locke dalam teori Tabula Rasa, manusia yang baru lahir ibarat kertas putih yang siap untuk dilukis. Lagi-lagi, proses belajar manusia sangat menentukan terwujudnya manusia-manusia yang ulul albab. Pribadi ulul albab adalah seseorang yang selalu haus akan ilmu, dengan senantiasa berdzikir kepada Tuhan, berkesadaran historis primordial atas relasi Tuhan-Manusia-Alam, berjiwa optimis transedental sebagai kemampuan untuk mengatasi masalah kehidupan, berfikir dialektis, bersikap kritis dan bertindak transformatif. (baca: Al-baqarah: 179, 197, dan 269, Ali-Imran: 7 dan 190, Al-Maidah: 100, Yusuf: 111, Ar-Ra’d: 19, Ibrahim: 52, Shad: 29 dan 43, Az-Zumar: 9, 18, dan 21, Al Mu’min: 54, dan Ath Thalaaq: 10). Hemat penulis, karakter 4 sifat Rasul masuk dalam kategori ulul albab. Sampai hari ini, panutan (tertinggi) bergelar ulul albab adalah Nabi Muhammad SAW.

Konsekuensi dari fitrah manusia bersosial (berkelompok, kelompok berbeda dalam 1 tempat, sekarang dikenal berwarga Negara) akan mengharuskan adanya perwakilan yang mewakili semua kelompok tersebut dalam penentuan-penentuan kebijakan. Berawal dari sinilah, kebijakan-kebijakan Negara tersebut harus mensejahterakan semua masyarakat. Pada tataran realitas, banyak hal yang menjadikan kebijakan-kebijakan tersebut menguntungkan pihak-pihak tertentu (penyalahgunaan kekuasaan), sebut saja mereka yang berkuasa dan bermodal.

Perilaku di atas adalah dosa publik. Sebut saja kasus KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang berdampak pada ketidaksejahteraan rakyat. Terhadap Laporan Keuangan Pemerintah (eksekutif) tahun 2004, Pimpinan BPK tidak bisa memberikan penilaian (disclaimer) karena berbagai kelemahan pengendalian internal keuangan Pemerintah yang dioperasikan oleh Birokrasi (Media Indonesia 01/11/05). Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2005 susunan Transparansi Internasional Indonesia (TII) menunjuk bahwa 8 dari 12 instansi atau institusi berskala korup 1,8 sampai 4,4 (5,0 tertinggi), adalah instalansi Birokrasi Negara yaitu partai/DPR, bea cukai, peradilan/polisi, pajak, militer, system pendidikan, pekerjaan umum, dan pelayanan kesehatan (Republika 10/12/05). Dan studi kasus koruptor yang dilakukan Indonesian Corruption Watch tahun 2004, mencatat dari 452 kasus, sebanyak 37 adalah penguasa dan lainnya, politisi di eksekutif dan legislative daerah sebanyak 209 dan birokrat 206 kasus (Kompas 19/01/05). Secara menyeluruh, kecenderungan bertahan dari Birokrasi korup di Indonesia, ditunjukkan oleh Transparansi Internasional, dengan penemuannya tentang IPK Indonesia diperingkat enam Negara korup di dunia tahun 2005 (IPK 2,2), sementara di ASEAN dengan indeks itu, Indonesia berada di peringkat terkorup kedua setelah Myanmar (Media Indonesia 19/10/05).

Dengan begitu, pembentukan manusia yang ulul albab sebagai bentuk perlawanan kita terhadap Korupsi menjadi penting. Pribadi ulul albab tidak akan berkorupsi dan tidak juga melakukan penyalahgunaan kekuasaan yang lain. Kita sebut itu “Plan A”. Agaknya butuh “Plan B”, rencana tersebut untuk mengantisipasi para birokrat dan para pemerintah yang belum bergelar Ulul albab. Maka, penegakan good governance (tata pemerintahan yang baik) menjadi benteng melawan korupsi. Mengapa good governance? Satu model tata pemerintahan baru yang sejalan (menurut penulis) dengan nilai-nilai sifat Rasul.

Perwujudan Sikap Rasul pada Good Governance
Good governance merupakan model tata pemerintahan yang baru dari segi teori dan praktik. Model tata pemerintahan yang baik (good governance) harus ada sekurang-kurangnya 4 asas berikut ini: Asas ketaatan hukum (rule of law), asas keterbukaan (transparency), asas keikutsertaan khalayak warga dalam pengambilan keputusan politik yang penting (participation), dan asas kesediaan para pejabat pemerintahan dimintai dan memberikan pertanggungjawaban kepada khalayak ramai (accountability).

Dipatuhinya asas rule of law akan dapat menjamin bahwa setiap pengambilan putusan oleh para pejabat akan selalu dapat didugakan atau diprakirakan terlebih dahulu, dan dengan demikian juga akan tercegah segala kesemena-menaan serta hasil kerja pejabat pemerintahan akan menyebabkan setiap putusan atau kebijakan yang selalu mengacu secara konsekuen ke segala kaidah yang telah dibekukan dan dinyatakan secara positif sebagai hukum. Begitu juga dengan asas transparency akan memungkinkan setiap warga Negara merasa berkepentingan mengakses informasi dan data yang relevan dengan ikhwal pengambilan-pengambilan putusan-putusan politik ataupun administratif. Dengan kemungkinan seperti ini, ekslusivisme elit penguasa yang menjadikan kehidupan politik menjadi monopoli suatu oligarki akan terhindarkan. Asas transparency ini tentu saja erat berkaitan dengan asas partisipasi warga Negara dan sekaligus bentuk accountability para pelaku pemerintahan.

Sifat-sifat Rasul ada empat, yaitu Amanah (dapat dipercaya), Tabligh (menyampaikan), Shiddiq (jujur), dan Fatonah (cerdas). Sifat amanah dan siddiq dapat kita sandingkan dengan asas accountability dan asas rule of law, adapun asas transparency dan participation dapat kita sandingkan dengan sifat tabligh. Bagaimana dengan sifat fatonah? Kecerdasan bila dimaknai tektual, kita tidak akan mampu secerdas Rasul. Agaknya lebih adil, fatonah dimaknai secara kontektual, sebagai sebuah pengalaman dan profesional dibidangnya. Secara tersirat, good governance mensyaratkan profesional dalam menjalankan tugas-tugas amal publiknya. Termasuk hadirnya asas rule of law, transparency, participation, dan accountability.

Penutup
            Hari ini, bukan zaman terbaik (zaman kenabian Rasulullah), tetapi zaman yang harus terus berdialektika dengan kemajuan zaman. Termasuk kontektualisasi sifat Rasul. Agaknya menjadi alternatif memahami sifat Rasul bukan hanya sebagai perilaku pribadi, tapi boleh dimaknai sebagai semangat untuk mewujudkan kehidupan yang islami. Birokrasi dan pemerintahan yang terjangkit paradigm pragmatis (adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme), tidak hanya membutuhkan pelaku pemerintahan berkarakter sifat Rasul, tetapi dibutuhkan tata pemerintahan yang berkarakter sifat-sifat Rasullullah. Dengan begitu, bagi pelaku yang sudah ulul albab tetap menjadi (lebih) ulul albab, sedangkan pelaku pemerintahan yang belum berkarakter ulul albab akan dipaksa dan terbiasa dengan tata pemerintahan yang berkarakter sifat-sifat Rasulullah. Dengan sendirinya kasus-kasus KKN tidak mempunyai tempat hidup (Insya Allah). Amin.


pernah diterbitkan di Majalah MinNa Edisi VIII Ponpes Ngalah Purwosari Pasuruan tahun 2014
Antara Good Governance dan Karakter Sifat-Sifat Rasul: Upaya Melawan Korupsi (Laten) Hari Ini Reviewed by Makhfud (Cak Pod) on 16.16 Rating: 5

Tidak ada komentar:

All Rights Reserved by My Opinion About © 2014 - 2015
Designed by JOJOThemes

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.