Antara Good Governance dan Karakter Sifat-Sifat Rasul: Upaya Melawan Korupsi (Laten) Hari Ini
Semacam Hantaran
Fitrah manusia sejak diciptakan
mempunyai kecenderungan bersosial. Ketika bersosial maka akan terjadi
gesekan-gesekan positif maupun negatif. Bisa jadi, gesekan akan
menjadikan kita semakin menghargai (plural) atau menjadikan kita semakin
ingin mendominasi (primordial). Melihat hal itu, proses bersosial
(belajar) sangat menentukan dalam menciptakan manusia-manusia ulul
albab.
Selain itu, fitrah manusia itu adalah
suci. Menurut John Locke dalam teori Tabula Rasa, manusia yang baru
lahir ibarat kertas putih yang siap untuk dilukis. Lagi-lagi, proses
belajar manusia sangat menentukan terwujudnya manusia-manusia yang ulul
albab. Pribadi ulul albab adalah seseorang yang selalu haus
akan ilmu, dengan senantiasa berdzikir kepada Tuhan, berkesadaran
historis primordial atas relasi Tuhan-Manusia-Alam, berjiwa optimis
transedental sebagai kemampuan untuk mengatasi masalah kehidupan,
berfikir dialektis, bersikap kritis dan bertindak transformatif. (baca:
Al-baqarah: 179, 197, dan 269, Ali-Imran: 7 dan 190, Al-Maidah: 100,
Yusuf: 111, Ar-Ra’d: 19, Ibrahim: 52, Shad: 29 dan 43, Az-Zumar: 9, 18,
dan 21, Al Mu’min: 54, dan Ath Thalaaq: 10). Hemat penulis, karakter 4
sifat Rasul masuk dalam kategori ulul albab. Sampai hari ini, panutan
(tertinggi) bergelar ulul albab adalah Nabi Muhammad SAW.
Konsekuensi dari fitrah manusia
bersosial (berkelompok, kelompok berbeda dalam 1 tempat, sekarang
dikenal berwarga Negara) akan mengharuskan adanya perwakilan yang
mewakili semua kelompok tersebut dalam penentuan-penentuan kebijakan.
Berawal dari sinilah, kebijakan-kebijakan Negara tersebut harus
mensejahterakan semua masyarakat. Pada tataran realitas, banyak hal yang
menjadikan kebijakan-kebijakan tersebut menguntungkan pihak-pihak
tertentu (penyalahgunaan kekuasaan), sebut saja mereka yang berkuasa dan
bermodal.
Perilaku di atas adalah dosa publik.
Sebut saja kasus KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang berdampak
pada ketidaksejahteraan rakyat. Terhadap Laporan Keuangan Pemerintah
(eksekutif) tahun 2004, Pimpinan BPK tidak bisa memberikan penilaian (disclaimer)
karena berbagai kelemahan pengendalian internal keuangan Pemerintah
yang dioperasikan oleh Birokrasi (Media Indonesia 01/11/05). Indeks
Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2005 susunan Transparansi
Internasional Indonesia (TII) menunjuk bahwa 8 dari 12 instansi atau
institusi berskala korup 1,8 sampai 4,4 (5,0 tertinggi), adalah
instalansi Birokrasi Negara yaitu partai/DPR, bea cukai,
peradilan/polisi, pajak, militer, system pendidikan, pekerjaan umum, dan
pelayanan kesehatan (Republika 10/12/05). Dan studi kasus koruptor yang
dilakukan Indonesian Corruption Watch tahun 2004, mencatat
dari 452 kasus, sebanyak 37 adalah penguasa dan lainnya, politisi di
eksekutif dan legislative daerah sebanyak 209 dan birokrat 206 kasus
(Kompas 19/01/05). Secara menyeluruh, kecenderungan bertahan dari
Birokrasi korup di Indonesia, ditunjukkan oleh Transparansi
Internasional, dengan penemuannya tentang IPK Indonesia diperingkat enam
Negara korup di dunia tahun 2005 (IPK 2,2), sementara di ASEAN dengan
indeks itu, Indonesia berada di peringkat terkorup kedua setelah Myanmar
(Media Indonesia 19/10/05).
Dengan begitu, pembentukan manusia yang
ulul albab sebagai bentuk perlawanan kita terhadap Korupsi menjadi
penting. Pribadi ulul albab tidak akan berkorupsi dan tidak juga
melakukan penyalahgunaan kekuasaan yang lain. Kita sebut itu “Plan A”.
Agaknya butuh “Plan B”, rencana tersebut untuk mengantisipasi para
birokrat dan para pemerintah yang belum bergelar Ulul albab. Maka,
penegakan good governance (tata pemerintahan yang baik) menjadi benteng
melawan korupsi. Mengapa good governance? Satu model tata pemerintahan
baru yang sejalan (menurut penulis) dengan nilai-nilai sifat Rasul.
Perwujudan Sikap Rasul pada Good Governance
Good governance merupakan model tata pemerintahan yang baru dari segi teori dan praktik. Model tata pemerintahan yang baik (good governance) harus ada sekurang-kurangnya 4 asas berikut ini: Asas ketaatan hukum (rule of law), asas keterbukaan (transparency), asas keikutsertaan khalayak warga dalam pengambilan keputusan politik yang penting (participation), dan asas kesediaan para pejabat pemerintahan dimintai dan memberikan pertanggungjawaban kepada khalayak ramai (accountability).
Dipatuhinya asas rule of law
akan dapat menjamin bahwa setiap pengambilan putusan oleh para pejabat
akan selalu dapat didugakan atau diprakirakan terlebih dahulu, dan
dengan demikian juga akan tercegah segala kesemena-menaan serta hasil
kerja pejabat pemerintahan akan menyebabkan setiap putusan atau
kebijakan yang selalu mengacu secara konsekuen ke segala kaidah yang
telah dibekukan dan dinyatakan secara positif sebagai hukum. Begitu juga
dengan asas transparency akan memungkinkan setiap warga Negara
merasa berkepentingan mengakses informasi dan data yang relevan dengan
ikhwal pengambilan-pengambilan putusan-putusan politik ataupun
administratif. Dengan kemungkinan seperti ini, ekslusivisme elit
penguasa yang menjadikan kehidupan politik menjadi monopoli suatu
oligarki akan terhindarkan. Asas transparency ini tentu saja erat berkaitan dengan asas partisipasi warga Negara dan sekaligus bentuk accountability para pelaku pemerintahan.
Sifat-sifat Rasul ada empat, yaitu
Amanah (dapat dipercaya), Tabligh (menyampaikan), Shiddiq (jujur), dan
Fatonah (cerdas). Sifat amanah dan siddiq dapat kita sandingkan dengan
asas accountability dan asas rule of law, adapun asas transparency dan participation
dapat kita sandingkan dengan sifat tabligh. Bagaimana dengan sifat
fatonah? Kecerdasan bila dimaknai tektual, kita tidak akan mampu
secerdas Rasul. Agaknya lebih adil, fatonah dimaknai secara kontektual,
sebagai sebuah pengalaman dan profesional dibidangnya. Secara tersirat, good governance mensyaratkan profesional dalam menjalankan tugas-tugas amal publiknya. Termasuk hadirnya asas rule of law, transparency, participation, dan accountability.
Penutup
Hari ini,
bukan zaman terbaik (zaman kenabian Rasulullah), tetapi zaman yang harus
terus berdialektika dengan kemajuan zaman. Termasuk kontektualisasi
sifat Rasul. Agaknya menjadi alternatif memahami sifat Rasul bukan hanya
sebagai perilaku pribadi, tapi boleh dimaknai sebagai semangat untuk
mewujudkan kehidupan yang islami. Birokrasi dan pemerintahan yang
terjangkit paradigm pragmatis (adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme),
tidak hanya membutuhkan pelaku pemerintahan berkarakter sifat Rasul,
tetapi dibutuhkan tata pemerintahan yang berkarakter sifat-sifat
Rasullullah. Dengan begitu, bagi pelaku yang sudah ulul albab tetap
menjadi (lebih) ulul albab, sedangkan pelaku pemerintahan yang belum
berkarakter ulul albab akan dipaksa dan terbiasa dengan tata
pemerintahan yang berkarakter sifat-sifat Rasulullah. Dengan sendirinya
kasus-kasus KKN tidak mempunyai tempat hidup (Insya Allah). Amin.
pernah diterbitkan di Majalah MinNa Edisi VIII Ponpes Ngalah Purwosari Pasuruan tahun 2014
Antara Good Governance dan Karakter Sifat-Sifat Rasul: Upaya Melawan Korupsi (Laten) Hari Ini
Reviewed by Makhfud (Cak Pod)
on
16.16
Rating:
Tidak ada komentar: