Top Ad unit 728 × 90

Popular Posts

Islam Nusantara; Tipologi Islam yang Membumi (Pribumisasi Islam) di Indonesia


Teriakan jihad atas nama Tuhan di Indonesia sudah menjadi menakutkan dan terkesan bersifat intoleran. Adanya Islam, tidak lagi menjadi sebuah perubahan ke arah perdamaian, malah semakin menuju kefanatikan dan kesengsaraan. Bila dibiarkan, Islam akan tidak lagi diminati sebagai sebuah kesadaran, melainkan sebuah pilihan keterpaksaan, atau bahkan hanya sebagai sebuah kendaraan berkuasa. Saat terjadi fenomena tersebut, semoga akan mengajak berpikir masyarakat untuk kritis, mana Islam yang membumi dan tidak. Islam harus dibumikan, agar mampu menentramkan mereka yang ada dibumi, sebab Islam diturunkan sebagai pedoman hidup di Bumi bukan dilangit.
Dalam keempatan ini, Islam yang membumi itu adalah Islam di Nusantara yang pernah mengangkat martabat manusia menjadi lebih baik dan beradab, memberi kekayaan dan warisan kebudayaan terhadap kerajaan-kerajaan silam yang bisa kita nikmati sampai sekarang, pernah juga ikut merumuskan kesepakatan persatuan untuk mewujudkan keadilan sosial (Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945), membela mati-matian untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia (Revolusi Jihad), serta menjaga semangat berislam secara toleran, mengingat Nusantara sangat beragam suku, bangsa, dan budaya, serta merupakan negara kepulauan yang mempunyai kondisi alam berbeda-beda. Semangat inilah yang harus terus diteruskan dalam bingkai jihad Islam, bukan sekedar menyuarakan penegakan syariat Islam dan memperbanyak umat.
Pada sisi yang lain, semangat beragama begitu bersemi dicelah-celah kebisingan dan kekosongan jiwa masyarakat modern. Kondisi tersebut akan berdampak negatif, apabila pemahaman beragamanya masih bersifat simbolis dan eksklusif. Sering kita jumpai, tiba-tiba seseorang menjadi berperilaku dan berpenampilan bersimbol Islam, namun belum sepenuhnya memahami sepenuhnya semangat Islam dalam berperilaku dan berpenampilan. Selanjutnya, banyak seseorang/kelompok yang sering mengklaim dirinya yang paling benar dalam mengamalkan Islam karena sesuai hukum Islam (Al-Qur’an dan Hadits faqod), dengan berbekal itu kemudian melupakan bagaimana menghormati yang lain dan sempit dalam memahami teks sumber hukum dalam situasi dan kondisi kehidupan dilingkungan yang jauh berbeda dari teks-teks sumber hukum tersebut.
Islam memiliki ajaran yang bersifat normatif dan historis atau dengan sebutan ajaran yang bersifat ritual dan sosial. Dalam konteks ajaran/ibadah ritual akan selalu sama (ada juga yang sedikit berbeda) antara Islam di Nusantara dan Islam di tempat yang lain. Seperti ibadah sholat, puasa, zakat, dan lain sebagainya. Berbeda dengan ajaran/ibadah sosialnya, bisa jadi akan berbeda-beda pengamalannya tergantung dimana Islam itu berkembang, akan tetapi semangat ajaran/ibadah sosial akan selalu sama. Seperti menutup aurat saja, di Indonesia tidak perlu dipaksa bercadar, begitu juga di Arab tidak perlu dipaksa berjilbab ala Indonesia. Di Indonesia tidak harus berjubah, cukup memakai baju adat Indonesia seperti batik, baju safari, atau taqwa, bukankah sama-sama sopan dan rapi? Apakah mendapat sunnah Nabi bila pakai batik atau safari? Hemat penulis, tentu saja mendapatkan kesunnahan tersebut, sebab sama-sama menutup aurat, sopan dan rapi, serta memakai baju kebesaran/baju adat di daeah Islam tersebut berkembang. Kemungkinan itu lah semangat menutup aurat yang tentu teks aslinya berdasarkan kemunculan Islam di Arab Saudi pada waktu itu.
Ungkapan anti Islam Timur Tengah tidaklah pantas disematkan bagi umat Islam yang berada diluar Timur Tengah dengan karakter yang berbeda dari segi budaya, suku, dan bangsa. Tidak heran kemudian, saat wacana Islam Nusantara diteguhkan kembali terjadi perdebatan yang tidak perlu dikarenakan kefahaman yang sempit tentang Islam dan adanya kefanatikan terhadap budaya Timur Tengah sebagai tempat kelahiran dan berkembang Islam pertama. Pertanyaannya adalah, apakah Islam sejak diturunkan sudah membawa semua budayanya sendiri? Menurut saya tidak. Misalnya budaya berjubah, semua orang Arab pada waktu itu berjubah, baik muslim atau non muslim. Ini menunjukkan, Islam tidak serta merta menolak budaya secara membabi buta, melainkan bersifat membina dan menyempurkan. Apabila yang ada sudah baik, tinggal diteruskan. Apabila ada yang kurang baik atau bahkan tidak baik, tinggal diupayakan untuk diarahkan kepada kebaikan serta membuka diri terhadap budaya-budaya baru yang baik.
Menyadari kondisi tersebut, menjadi sebuah kewajaran sebenarnya Ajaran Islam dapat berdialog dengan budaya dimana Islam berkembang. Tetap Islam, dengan budaya nusantaranya, tetap Islam, dengan budaya timur tenggah, dan tetap Islam dengan budaya apapun, kapanpun dan dimanapun. Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa Islam diturunkan untuk seluruh alam dan akan terus sesuai dengan zaman apapun. Islam Nusantara bukan madzhab baru, melainkan sebuah tipologi dari Islam ASWAJA (KH. Said Aqil Siradj). Islam Nusantara tidak dapat dibendung lagi dan harus diteguhkan sebagai bukti bahwa Islam dapat dan memang seharusnya membumi sehingga meniupkan keadilan, kesejahteraan, dan perdamaian.
Islam Nusantara; Tipologi Islam yang Membumi (Pribumisasi Islam) di Indonesia Reviewed by Makhfud (Cak Pod) on 00.54 Rating: 5

Tidak ada komentar:

All Rights Reserved by My Opinion About © 2014 - 2015
Designed by JOJOThemes

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.