Mars Syubbanul Wathan Menegaskan Pancasila Milik Siapa
Oleh: Makhfud Syawaludin*
PANCASILA,
Milik Siapa?
Terlepas
dari pantas atau tidaknya pertanyaan itu terlontarkan, sejujurnya pertanyaan
itu menyindir dan mengingatkan kita sebagai masyarakat yang hidup di Indonesia.
Hemat penulis, pertanyaan tersebut mengisyaratkan tiga hal. Yang
pertama. Pengetahuan, sikap, dan keterampilan ala Pancasila telah terputus sanadnya ketika hadir/dihadirkan di
generasi muda/generasi sekarang. Yang kedua. Menggambarkan bahwa pancasila
mulai/telah tergantikan keberadaannya, bisa jadi karena ketidaktahuan terhadap pancasila,
atau mungkin ada upaya pemutusan dan pemfitnahan terhadap pancasila. Yang
ketiga. Mungkin saja, pertanyaan itu menguji sudah berapa besar kita
semua telah ber-manhaj dan ber-harakah ala Pancasila. Singkat cerita, keberadaan pancasila masih belum
sepenuhnya dipahami sebagai semangat berkehidupan di Nusantara.
Persoalan
Pancasila untuk dipertahankan tidak diragukan lagi. Namun aktualisasi Pancasila
masih diragukan. Tahun 2008, data jejak pendapat oleh KOMPAS menyebutkan 96,6
responden menyatakan bahwa Pancasila harus dipertahankan. Sebanyak 92,1 %
menegaskan, Pancasila sebagai landasan terbaik untuk Indonesia. Sedangkan aktualisasi
Pancasila terhadap keadilan di Masyarakat masih belum mampu dilaksanakan
pemerintah, sekitar 79,8 % responden menyatakan itu (Kompas, 30 september
2008). Keraguan inilah yang kemudian dijadikan alat propaganda untuk melemahkan
Pancasila. Itu menjadi PR bagi pemerintah serta dukungan masyarakat untuk
mewujudkan keadilan dan kesejahteraan di Indonesia.
Penerimaan Pancasila
secara kuantitas menyebar secara luas. Namun, pemahaman nilai-nilai dan
aktualisasi Pancasila belum maksimal. Bisa dimungkinkan, menerima Pancasila
namun berpikir dan bertindak kontradiktif dengan Pancasila. Untuk itu, menghafal
dan memahami ke-Pancasila-an menjadi modal utama untuk meningkatkan sense of belonging terhadap Pancasila.
Ketika ada pertanyaan “Pancasila milik siapa?” kita jawab, “Milik kita,
Indonesia.” Tanpa keragu-raguan untuk menjawab, akan dapat menggeser dan
membuat tidak menarik perbincangan pelemahan terhadap Pancasila. Perbincangan
akan bergeser pada Aktualisasi Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia yang
seutuhnya serta memberikan nuansa keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat
Indonesia.
Islam (NU) dan Pancasila
Benarkah
Islam menjadi bom waktu akan Pancasila? Bisa jadi iya, bisa jadi sebaliknya.
Dalam situasi sampai saat ini, mayoritas umat Islam menjadi Penjaga bagi
Pancasila, bahwa pancasila sangat Islami. Keadaan ini harus diteruskan dan
dikembangkan, apabila terputus, Islam akan menjadi bom waktu untuk memformalkan
keislaman Pancasila. Upaya formalisasi agama Islam dalam Pancasila semakin
mendapatkan hawa segar dengan berkembangnya sistem demokrasi di Indonesia.
Anehnya, kelompok Islam Radikal menentang demokrasi yang pada dasarnya
memberikan mereka ruang untuk hidup. Sekarang dan kedepan, demokrasi mengalami
perkembangan yang cukup baik, semoga dengan berkembangnya wacana demokrasi
menyadarkan masyarakat untuk tidak terpengaruh oleh propaganda aliran radikal
tersebut.
Berbicara Islam (di)
Indonesia, Islam Moderat terbesar adalah Nahdlatul Ulama (NU). Perjalanan
sejarahnya NU, selalu menjadi garda depan umat Islam Indonesia mendukung Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Seperti peristiwa persetujuan NU atas sila
pertama Pancasila tetap “Ketuhanan Yang Maha Esa” oleh KH. Wahid Hasyim (18
Agustus 1945). Lahirnya Resolusi Jihad oleh KH. Hasyim Asy’ari dengan
menyatakan “membela tanah air adalah jihad di Jalan Allah” yang dikawal oleh
KH. Wahab Chasbullah (22 Oktober 1945). Selanjutnya, penerimaan atas Asas Pancasila
dalam Musyawarah Nasional (Munas) NU pada tanggal 18-21 Desember 1983 yang
diprakarsai oleh KH. As’ad Syamsul Arifin, KH. Ahmad Siddiq, dan KH.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Itulah satu dari beberapa alasan KH. Hasyim
Asy’ari dan KH. Wahid Hasyim mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. Beliau berdua
kakek dan ayah Gus Dur, bila Gus Dur sudah mendapatkan gelar Pahlawan Nasional,
maka akan terjadi hattrick Keluarga Penyandang
Pahlawan Nasional. Hemat Penulis, Gus Dur adalah Bapak Demokrasi dan Pluralisme
di Indonesia. Singkat cerita, NU memilih memiliki/menjadi pemilik Pancasila.
Mars Syubbanul Wathan
Lagu
mars awalnya diciptakan untuk meningkatkan
keteraturan dalam baris berbaris. Hampir semua organisasi mempunyai lagu mars,
berarti organisasi tersebut mengharapakan kesatuan baris para anggotanya dalam
mencapai tujuan yang menjadi lirik lagu mars yang bersangkutan. Karya sastra
yang satu ini, hemat penulis adalah upaya penegasan terhadap Pancasila, memilih
Pancasila, dan yang pasti memperjuangkan NKRI menjadi lebih adil dan damai.
Lagu ini diciptakan oleh KH. Wahab Chasbullah, tokoh Santri yang lagi-lagi
mendapatkan gelar Pahlawan Nasional (7 November 2014).
Seorang Santri yang menjadi guru dari Presiden Soekarno
tersebut, telah banyak melakukan upaya-upaya untuk membangkitkan semangat
persatuan rakyat Indonesia, kebangkitan umat Islam, serta meneruskan dan
menjaga Islam ASWAJA. Diawali dengan mendirikan Nahdlatul Wathan (kebangkitan
negeri) tahun 1916 untuk membangkitkan kesadaran rakyat Indonesia, kemudian
bersama Kiai Hasyim Asy'ari, mendirikan Nahdlatut Tujjar (kebangkitan saudagar)
sebagai pusat penggalangan dana untuk perjuangan pengembangan Islam dan
kemerdekaan Indonesia, selanjutnya membentuk Komite Hijaz berakhir pada
pembentukan NU untuk memperjuangkan Islam Ramah (ASWAJA) ada di Arab Saudi.
Selain itu, merintis beberapa majalah dan surat kabar seperti Berita
Nahdlatoel Oelama, Oetoesan Nahdlatoel Oelama, Soeara
Nahdlatoel Oelama, dan Duta Masyarakat.
KH.
Wahab juga sukses mengawal Resolusi Jihad sebagai Fatwa untuk
memotivasi arek-arek Suroboyo dalam bertempur memperjuangkan
Indonesia tetap merdeka pada 10 November untuk mengusir Belanda yang membonceng
NICA (sekutu), yang sekarang dikenal dengan Hari Pahlawan. Begitu banyak
perjuangan Beliau sebagai Santri di Indonesia. Kita yang santri hari ini harus
berbangga dengan belajar, berkarya, dan beramal saleh untuk Indonesia. Karya
Beliau, telah membuktikan kepribadian Muslim Nusantara. Konsep Islam Nusantara
inilah yang dianggap menjadi Islam dambaan Indonesia, bahkan Dunia. Pada
Muktamar NU ke 33 yang akan dilaksanakan pada tanggal 1-5 Agustus 2015 di
Jombang mengangkat tema Islam Nusantara tersebut. Singkat
pembahasan, santri NU harus hafal lagu Mars Syubbanul Wathan. Oleh sebab itu,
santri-santri di Indonesia, berkaryalah sebanyak mungkin untuk menegaskan
memilih dan menjalankan Pancasila dan Berislam Ramah (Islam Nusantara).
*Pernah di muat dalam Majalah MinNa Ponpes Ngalah Sengonagung Purwosari Edisi IX Tahun 2015 "Aswaja"
Mars Syubbanul Wathon
Karya: KH. Abdul Wahab Chasbullah (1934)
(Ijazah KH. Maemon Zubair Tahun 2012)
ياَ
لَلْوَطَنْ ياَ لَلْوَطَن ياَ لَلْوَطَنْ
حُبُّ
الْوَطَنْ مِنَ اْلإِيمَانْ
وَلاَتَكُنْ
مِنَ الْحِرْماَنْ
اِنْهَضوُا
أَهْلَ الْوَطَنْ
اِندُونيْسِياَ
بِلاَدى
أَنْتَ
عُنْواَنُ الْفَخَاماَ
كُلُّ
مَنْ يَأْتِيْكَ يَوْماَ
طَامِحاً
يَلْقَ حِماَمًا ( قضاء الموت وقدره)
Mars Syubbanul Wathan Menegaskan Pancasila Milik Siapa
Reviewed by Makhfud (Cak Pod)
on
23.42
Rating:
Tidak ada komentar: