Top Ad unit 728 × 90

Popular Posts

Nilai-Nilai Multkultural sebagai Visi Fasilitasi dan Resolusi Dinamika Berorganisasi


Visi Pendampingan Peserta Sekolah Demokrasi 2015 Kabupaten Pasuruan dan Pengembangan Organisasi Alumni Surapati Community
Semacam Refleksi Pendampingan
                Semenjak bergabung dengan dunia rumit organisasi, tidak begitu banyak hal impian yang akan muncul dalam lubang hati ini. Namun, semakin hari dan hidup bermesraan dengannya, be-judul begitu banyak hasrat-hasrat yang perlu dan penting untuk terus dipelajari di dunia ini. Sederhananya, organisasi sebenarnya membuat kita semakin goblok. Dengan ke-Goblok-an ini, kita malah semakin giat belajar dan berteman dengan siapapun.
Hal itu mungkin berbeda dengan sahabatku yang berproses di organisasi lebih dulu. Meskipun mereka terlihat sudah mampu, anehnya semakin aku mengikuti mereka ternyata aku kembali kepada pengalamanku yang pertama. Mereka semakin goblok dan terus tidak mau mengakui soal kecukupan dalam mencari pengetahuan. Oleh karena itu, butuh stempel yang mesti kita tancapkan baik-baik, atau sesuatu yang mesti kita sampaikan untuk dipegang dalam berorganisasi. Itu adalah, “jangan takut berproses di organisasi, sebab itu adalah proses kearifan kehidupan. Berorganisasi, mengajarkan untuk belajar kehidupan.”
Berbincang soal pendampingan, penulis menulis berdasarkan pengalamannya saat didampingi, yaitu: a). Berisikan upaya kedekatan-kedekatan dalam menjalani aktifitas. Sebut saja, sekedar menanyakan kabar dan ngopi atau ngobrol bareng, b). Menceritakan pengalaman-pengalaman dalam proses keberhasilan. Misalnya bercerita soal latar belakang kesuksesannya dalam menulis dan berminat aktif membaca, c). Memberikan ruang kritis dan analisis dalam percakapan. Seperti memberikan kesempatan meneruskan ide (relevan atau tidak), kemudian mengajak menganalisisnya bersama untuk mengetahui ide tersebut layak diterukan atau ditangguhkan, serta d). Tetap ramah menjadi tempat curhat dan memberikan informasi dan pilihan-pilihan berdasarkan kebutuhan. Inilah konsep awal pendampingan penulis.
Persoalan selanjutnya soal pengembangan organisasi, kebanyakan soal keaktifan pengurus dan anggota dalam sebuah organisasi. Sepengetahuan penulis, selalu saja akan ada yang super aktif, jarang aktif, dan tidak aktif. Ibarat sebuah nomor handphone, anggota itu ada yang aktif, non aktif, bahkan terblokir. Nah, tugas dari pada yang aktif untuk tetap mempercayai dan berusaha mengaktifkan yang non aktif, agar tidak sampai terblokir. Mengapa demikian? Bila hanya non aktif, masih dapat akan berguna dan bisa aktif dengan kerja yang sesuai atau yang dipilih sendiri, tentunya dengan berbagai pertimbangan dan menunjukkan pilihan kerja-kerja yang dibutuhkan. Berbeda dengan terblokir, perlu upaya yang agar lama untuk menjadikannya aktif, sebut saja mesti ke galerinya. Hehehehe. Kosep pembagian tugas yang penting.
Persepsi Organisasi Alumni
Terkadang, alumni itu mencerminkan proses belajarnya. Bila belajarnya baik, alumninya juga baik. Begitu juga sebaliknya. Benarkah itu? Tidak semuanya benar, apalagi ini adalah alumni sekolah demokrasi. Semacam kumpulan orang yang memperjuangkan keadilan dan sebagian banyak telah aktif mengabdi di masyarakat. Kumpulan orang-orang ngerti tersebut perlu konsep yang benar-benar baik dan tepat, agar mereka yang biasanya sebagai pemimpin di organisasi bersedia bersama-sama untuk dipimpin maupun dipimpin dalam wadah yang baru, yakni surapati community (organisasi alumni sekolah demokrasi kabupaten pasuruan), disingkat SC. Sederhananya, kepentingan konsep pada organisasi ini adalah bagaimana mengatur ritmenya (aktifitas) agar menjadi nyanyian-nyanyian kebajikan.
Terdapat beberapa hal menurut penulis yang mempengaruhi kelancaran berkumpulnya para alumni dalam sebuah organisasi. Diantaranya: a). Manajemen potensi alumni. Besar kemungkinan alumni mempunyai potensi yang berbeda-beda, namun tetap dapat bekerja bersama-sama dengan tujuan yang sengaja dibuat untuk menaungi kebersamaan, b). Tidak lagi berbicara soal senioritas, yang ada hanyalah pembelajaran, dan c). Pembagian tugas berdasarkan kemampuan atau dengan model syuro menjadi penting dilakukan untuk mempertegas komitmen alumni.
Selain itu, perbedaan persepsi soal organisasi alumni menjadi pembatas ruang gerak alumni. Berikut beberapa persepsi soal organisasi alumni SC, yaitu: a). Masih sering memperdebatkan model organisasinya, ada yang beranggapan seperti organisasi alumni pada umumnya seperti alumni SMA 17 dan lain-lain. Ada pula yang menganggap sebagai sebuah LSM/Ormas baru, forum komunikasi, dan ada yang enjoy berkumpul tanpa memperdebatkan itu, b). Masih ada kesungkanan dalam pengambilan keputusan, padahal sudah musyawarah, c). Lemahnya tingkat komunikasi sesama alumni dan d). Tidak bisa membedakan kepentingan organisasi alumni dengan individu dalam aktifitas berorganisasi.
Semacam Usulan
Teori multikulturalisme dalam implementasi sebenarnya mengharuskan kita mengambil nilai-nilai yang diperjuangkan teori tersebut. Sebut saja, nilai demokrasi, nilai humanisme, dan nilai pluralisme. Ketiga nilai tersebut menjadi triodalam suksesi teori multikulturalisme.  Persoalan selanjutnya adalah kita harus mampun menyeimbangkan goyangan trio multikultural menjadi seirama dan senada menuju tujuan yang telah ditetapkan. Sekali lagi membutuhkan konsep dan manajemen yang jelas sebelum diimplementasikan dalam visi pendampingan dan pengembangan organisasi alumni.
Menginjak pada fasilitasi, fasilitator harus mampu mengantar peserta dalam berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran, baik in-class, out-class, dan FGD. Yang kedua, menjadi mediator agar peserta lebih cepat dalam memahami nilai-nilai demokrasi (alat dan cara pandang) dalam kehidupan sehari-hari para peserta. Selanjutnya memotivasi peserta untuk tetap aktif dan berperan sesuai dengan tugas dan/atau pilihan tugasnya. Hanya peserta yang haus aktif, bukan fasilitator. Fasilitator hanya memotivasi, memediasi, dan memfasilitasi awal peserta melangkah. Sekali lagi, peserta yang harus aktif dan hadir dalam pembelajaran, tugas fasilitator adalah mengupayakan kenyamanan (efek metode penyegaran) dan keaktifan peserta.
Menjadi fasilitator yang baik menurut hemat penulis adalah menginternalisasikan nilai-nilai multikultural dalam kerja penampingannya. Misalnya, menjelaskan nilai-nilai demokrasisebagai sebuah hukum dan komitmen yang harus terus dilaksanakan dan diperjuangkan dalam hal apapun. Selain itu, persoalan hukum dan komitmen akan menuntun kita pada tanggungjawab, menjadi penting untuk benar-benar memahami pilihan-pilihan tugas yang telah kita pilih. Termasuk dalam menghadiri pembelajaran, diskusi, melaporkan, menulis, dan aktif dalam proses pembelajaran. Sebab, satu komitmen kita di sekolah demokrasi adalah BELAJAR.
Yang kedua, nilai-nilai humanisme sebagai upaya saling mengkritik, memberikan saran, dan saling mengingatkan tanpa merasa tidak bisa/malu bagi yang diingatkan dan tanpa merasa merendahkan bagi yang memberi saran, sebab kita sama-sama manusia. Manusia yang butuh saran dan saling mengingatkan. Bukankah, itu semangat kita belajar di sekolah demokrasi?
Yang ketiga, nilai-nilai pluralisme sebagai alat dalam berdialektika. Kita mesti membuka ruang selebar-lebarnya dalam ide dan usulan yang akan disampaikan oleh setiap peserta. Namun, perbedaan pendapat bukan hanya soal saling menghormati saja. Tetapi upaya saling menghargai dan memahami harus ditanamkan pula dalam keberagaman ide. Selain itu, perlu menyadari bahwa akan ada titik yang dapat menyatukan sebuah perbedaan. Tidak ada perbedaan yang benar-benar beda, dan tidak ada persamaan yang benar-benar sama, yang ada hanyalah kapan kita mesti berbeda dan kapan kita mesti bersama-sama. Tiga nilai tersebut yang akan penulis jelaskan atau diterapkan dalam proses pendampingan atau Visi Pendampingan.
Nilai-nilai tersebut dapat pula diterapkan dalam pengembangan organisasi alumni sebagai kepatuhan hukum dan partisipasi (demokrasi), saling belajar (humanisme), serta mengusulkan dan memutuskan gagasan untuk bersama-sama (pluralisme). Sedikit penambahan adalah penegasan soal pembagian tugas dalam organisasi alumni menjadi sangat penting. Selain itu, upaya transparansi dan pemilihan kerja-kerja organisasi SC mesti benar-benar diterapkan. Dengan memilih sendiri dan menyadari perlunya memilih akan memantapkan para alumni bergerak bersama dalam organisasi alumni tersebut.
Tentu ini banyak kekurangan, kritik dan saran sangat penulis harapakan. Sebab, penulis masih goblok dan masih ingin terus belajar. Mohon maaf dan terima kasih.
Sukorejo, 18 Februari 2015/Makhfud Syawaludin.
Nilai-Nilai Multkultural sebagai Visi Fasilitasi dan Resolusi Dinamika Berorganisasi Reviewed by Makhfud (Cak Pod) on 06.14 Rating: 5

Tidak ada komentar:

All Rights Reserved by My Opinion About © 2014 - 2015
Designed by JOJOThemes

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.