Perlu Perbaikan Pelayanan Kesehatan
Sehat itu mahal.
Benarkah? Bukankah kesehatan itu pemberian Tuhan dan kita tidak memerlukan biaya
saat kita merasa sehat? Tetapi pertanyaannya kemudian adalah soal sakit? Nah, sakit inilah yang membuat sehat itu
menjadi mahal. Benarkah mahal? Mahal menurut masyarakat yang tingkat
penghasilannya rendah dan masyarakat-masyarakat SADIKIN (sakit sedikit, mengaku
miskin). Mendapatkan pelayanan kesehatan merupakan satu kebutuhan primer
manusia. Entah mulai kapan, pelayanan kesehatan mulai menjadi kebutuhan tersier.
Sampai-sampai, familiar sekali bahwa “orang miskin dilarang sakit”.
Menjadi Firaun agaknya
lebih baik karena tidak pernah sakit, kalau pun sakit, tinggal memanggil dukun
kesehatan sebab Firaun kaya raya. Dan saya yakin, Firaun tidak akan mengaku
miskin.hehehehe. Bagaimana dengan Mbah
Poniyem saat sakit, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saja kurang dan
untuk mengurus administrasi layanan kesehatan gratis pun mengalami kesulitan
disana-sini. Selanjutnya, ternyata Bapak Budi pun sakit. Kebutuhannya tergolong
tercukupi, bahkan lebih. Namun ketika dalam urusan pendataan untuk layanan
kesehatan dengan mudahnya mengaku miskin. Anehnya kemudian, petugas pendataan
meng-iya-kan pengakuan para SADIKIN tersebut. Satu sisi, kita bisa meniru
Firaun yang tidak akan mengaku miskin. Hehehehe.
Persoalan kesehatan
harus benar-benar diperhatikan oleh pemerintah, sebab UUD 1945 menjamin hak
atas kesehatan warga negara. Mulai dari program Jamkesmas sampai program BPJS
(Badan Penyelenggara Jasa kesehatan), bahkan diluncurkannya kartu sakti jokowi
bernama KIS (Kartu Indonesia Sehat) pada dasarnya terus mengalami perbaikan
dalam mekanisme pelayanan kesehatan. Terbukti, setelah diluncurkan BPJS dan
KIS, hampir semua rumah sakit ramai dikunjungi untuk melaksanakan pelayanannya.
Itu berarti menandakan adanya keringanan biaya dalam layanan kesehatan,
sehingga masyarakat dengan tanpa ragu-ragu memeriksakan diri atau keluarga di
tempat pelayanan kesehatan. Benarkah itu? Masyarakat kita masih menyukai
sesuatu yang murah bahkan gratis soal kebutuhan yang tidak diingikan dan
program-program yang diselenggarakan pemerintah, meskipun ada yang maunya
gratis melulu. Hehehe. Pernyataan selanjutnya, kenapa adanya BPJS dan KIS masih
belum bisa benar-benar mengcover permasalahan kesehatan masyarakat Indonesia?
Terdapat beberapa hal menurut
penulis yang menyebabkan implementasi BPJS dan KIS belum maksimal. Pertama.
Lemahnya sosialisasi dan ketidakvalidan data yang digunakan untuk mengcover
layanan kesehatan tersebut. Banyak masyarakat yang masih kebingungan untuk
mengurus program pelayanan tersebut. Selain kebingungan, ada yang ragu-ragu
lantaran tidak memahami kelebihan layanan tersebut serta hanya mendengar
informasi secara sepotong dari masyarakat yang lain. Kalau informasi itu benar
enak, kalau salah? Malah semakin menjauh untuk mendaftar layanan tersebut.
Selanjutnya soal data yang digunakan. Banyak sekali nama-nama yang masuk data
tersebut ternyata sudah meninggal. Kalau BPJS tidak masalah, soalnya memakai
sistem pendaftaran, berbeda dengan KIS. Anggaran KIS terbatas, sehingga dana
tersebut (yang tidak
valid) akan muspro. Sedangkan sebenarnya masih cukup banyak masyarakat yang
benar-benar membutuhkan layanan tersebut. Selain itu, ketidakvalidan dapat ditimbulkan oleh
penetapan jumlah penerima layanan tidak berdasarkan data yang sesuai. Misalnya
soal PP No. 101/2012 tentang PBI jo. Perpres 111/2013 tentang Jaminan
kesehatan hanya mengakomodasi 86,4 juta rakyat miskin sebagai PBI padahal
menurut BPS (2011) orang miskin ada 96,7 juta. Kurang kan?
Kedua. Faktor untung rugi dalam benak masyarakat soal kesehatan. Cukup
banyak, masyarakat yang baru mengurusi BPJS setelah masuk rumah sakit dan
kebetulan memakan biaya yang cukup banyak. Itu bisa dikarenakan adanya ketidakpercayaan
masyarakat terhadap pemerintah dan ketidakpahaman hal ihwal pelayanan
yang sedang diimplementasikan sekarang. Bukankah BPJS menggunakan model
asuransi? Sehingga pada dasarnya, layanan tersebut memberikan pembelajaran
menabung dan investasi kesehatan masa depan. Meski demikian, mungkin masyarakatnya
yang curang dalam faktor ini, dikarenakan memanfaatkan program tanpa mengansur.
Tetapi tidak bisa disalahkan sepenuhnya, soalnya bisa juga masyarakat mengalami
trauma atas ulah pemerintah dan birokrasi. Misalnya korupsi pajak dan termasuk
korupsi di bidang kesehatan. Sehingga masyarakat merasa ragu-ragu. Luar biasa
bukan korupsi yang sedang berjalan di Negara ini?
Ketiga. Penataan antara program BPJS dan KIS belum menemui keselarasan.
Beberapa masyarakat miskin memang ada yang tidak bisa untuk mengansur biaya
yang diberikan oleh BPJS. Sehingga, masyarakat miskin tersebut agaknya lebih
baik discover di program KIS. Bukankah itu tujuan KIS? Kemudian tidak menutup
kemungkinan, mereka yang sanggup membayar BPJS (pemilih kelompok terendah)
memiliki atau terdata dalam data program KIS. Masyarakat miskin yang mampu
mengikuti BPJS, seharusnya mendapatkan apresiasi layanan kesehatan yang baik,
yang tidak dibeda-bedakan, dan pelayanannya ramah dan cepat. Dengan begitu,
masyarakat akan dengan sendirinya terbiasa menabung untuk layanan kesehatannya
yang nyaman dan jelas.
Persoalan-persoalan seperti diatas, terutama
soal data, masih terus terjadi. Itu terkesan ketidakseriusan pemerintah untuk
benar-benar meratakan layanan kesehatan tersebut. Meskipun beberapa mental
masyarakat curang, bila program pemerintah tepat dan ramah, masyarakat
Indonesia akan dengan sendirinya akan mengikuti program itu dengan baik-baik.
Adapun soal keselarasan BPJS dan KIS, harus mulai diperbaiki mulai sekarang. Bila
ketiga persoalan tersebut benar-benar diperbaiki, masyarakat akan benar-benar
terjamin kesehatannya. Terakhir, harapan besar masyarakat itu bukan soal diberi
program saja, tetapi juga soal kepercayaan masyarakat terhadap implementasi
program yang tepat dan baik oleh pemerintah. Makhfud Syawaludin.
Perlu Perbaikan Pelayanan Kesehatan
Reviewed by Makhfud (Cak Pod)
on
03.56
Rating:

Tidak ada komentar: