Membuka Ingatan Membangun (Lebih Serius terhadap) Desa
Desa
kedepan akan ramai dengan wisatanya, industri kreatifnya, serta pembangunannya.
Mungkin itulah harapan yang harus benar-benar diwujudkan di Desa dengan bantuan
Dana dari pemerintah yang sangat besar dari sebelumnya. Semua diatur di UU Desa
Nomor 6 Tahun 2014, PP Nomor 43 Tahun 2014, dan PP Nomor 40 Tahun 2014. Upaya
pemberian dana mandiri dengan jumlah yang besar, ternyata menjadikan semua
orang (baik yang berkepentingan atau tidak) berbondong-bondong melihat desa,
baik segi potensi maupun kelemahan. Andai orang-orang yang bersangkutan tidak
paham soal potensi dan kelemahan desa, orang tersebut akan dengan serius
mencari dan membuat sehingga menemukan bahan untuk memanfaatkan dan menggunakan
dana tersebut. Poin pertama, pembangunan desa mulai sedikit lebih banyak
diminati.
Poin
kedua, akan semakin banyak ide mulai muncul untuk membangun desa. Mulai dari
ide pragmatis dan idealis pun kian membumbung tinggi. Dengan demikian, pengawasan
dan pendampingan terhadap desa harus bekerja secara maksimal. Walhasil, diatur
di PERMENDES Nomor 3 tentang Pendamping Desa. Laju ide kemudian dapat disaring
dan akan menjadi program-program pembangunan maslahat untuk desa. Poin yang
ketiga, pemerataan wacana lebih banyak akan digunakan untuk mencerdaskan aparatur
desa dan masyarakat sekitar. Seperti keterbukaan informasi menjadi penting
dalam sistem informasi pembangunan desa yang ditegaskan dalam UU Desa pasal 86.
Hal ini, dapat merubah pendapat bahwa Indonesia dengan partisipasi masyarakat
luas namun wacana rendah, akan menjadi semakin meluasnya partisipasi yang
didampingi dengan kualitas wacana baik.
Ketika
masyarakat mulai lebih cerdas, masyarakat akan tidak lagi mudah diam terhadap
eksploitasi-eksploitasi terhadap lingkungan di desa. Lingkungan yang kemudian
menjadi aset desa, akan lebih aman dan benar-benar digunakan untuk pembangunan
dan kemajuan desa. Hal ini dijamin dalam pasal 76 UU Desa. Elanjutnya, aset
tersebut akan dikelolah oleh BUMDes, Pasal 87-90 UU Desa. Lantas, bagaimana
dengan desa yang asetnya terbatas? Ini bisa dilakukan kerjasama antar Desa
(Pasal 92 UU Desa) dan dapat pula bekerjasama dengan pihak ketiga (Pasal 93 UU
Desa). Kekuatan desa inilah yang diharapkan dapat menjadi titik-titik penyangga
kemajuan kabupaten/kota, kemudian provinsi, dan negara kesatuan republik
Indonesia, ini poin ke empat.
Poin
kelima, implementasi UU Desa tersebut meningkatkan kelancaran aktifitas desa
adat. Desa adat mendapatkan jalan yang seluas-luasnya untuk pembangunan dan pelestarian
desa berdasarkan kearifan lokal. Sehingga negara mengakui dan
menghormati hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai perkembangan masyarakat dengan semangat pada prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Desa adat akan semakin maju dengan tradisinya, kemudian
menjadi kunjungan wisatawan negeri maupun mancanegara.
Bab XIII UU Desa merupakan undang-undang pertama yang telah menindaklanjuti norma
Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 dan Putusan MK nomor 35/2012 mengenai sikap mengakui
kewarganegaraan masyarakat hukum adat yang mempunyai hak, subjek hukum, dan
pemilik wilayah adatnya. Pokok-pokok pengaturan UU Desa Bab XIII terdiri atas 4
kelompok pengaturan, yakni 1). Pengaturan tentang Penataan Desa Adat yang
terdiri atas penetapan, pembentukan (termasuk didalamnya penggabungan dan
penghapusan), dan penataan, 2). Wewenang Desa Adat, 3). Pemerintahan dan
Peraturan Desa Adat, 4). Hubungan antara pengaturan di Bab XIII Pasal 96-111
dengan Pasal-Pasal lain dalam Undang-Undang Desa. Itu merupakan lanjutan
terhadap pengakuan konstitusional terhadap masyarakat hukum adat sebagai subjek
hukum dan penyadang hak. Sedangkan pengaturan terkait pada pengakuan atas
pemilik wilayah adatnya dibatasi oleh UU Desa, redaksinya berbunyi “harus sesuai
dengan peraturan perundang-undangan lainnya.” Misalnya harus merevisi UU
Kehutanan dan UU Minerba. Atau usulan Noer Fauzi Rachman dkk dalam bukunya yang
berjudul “Pokok-pokok Pikiran untuk
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Desa Adat” untuk merumuskan RUU
Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (RUU PPMHA).
Melihat pada kenyataan di desa hari ini, UU desa berada pada koin yang
sama, yang mempunyai dua sisi yang berbeda antara kemajuan dengan kemunduran,
bahkan kehancuran desa. Kenyataan itu berkaitan dengan sumber daya manusia dan
infrastruktur di desa yang masih minim. Maka dengan itu, UU Desa, PP, dan
PERMEN harus segera disambut oleh pemerintah daerah dengan merumuskan PERDA dan
PERBUB. Sebab, bila belum ada perda, berarti pemerintah masih menganggap
mengawal UU Desa belu menjadi prioritas. Padahal, pembangunan desa dengan
sendirinya telah menjadi perhatian utama di Indonesia. Desa akan segera
ditingkatkan infrastrukturnya, akses jalan dan informasi, pembangunan, dan
lain-lain.
Beberapa poin yang menurut hemat penulis menjadi prioritas untuk diatur
dengan cermat di PERDA dan kemudian di PERBUBkan. Antara lain: 1). Mekanisme
penyususnan Peraturan Desa, 2). Mekanisme Pemilihan Kepala Desa, 3). Mekanisme rekruitmen
aparatur desa, 4). Mekanisme penyusunan program desa, 5). Kepemilikan Aset
Desa, 6). Peraturan BUMDes dan 7). Mekanisme ketersediaan informasi dari
kabupaten/Kota terkait potensi desa. Bila ketujuhnya segera diselesaikan,
pelaksanaan pilkades serentak akan aman, pembangunan merata, kesenjangan didesa
menurun, dan menjadi desa berdaya. Meski begitu, ketakutan pertama untuk
mencoba harus mendorong kesiapan pemerintah daerah mendampingi desa dengan perencanaan,
pengawasan, pelaksanaan, dan evaluasinya. Perumusan PERDA dan PERBUB menjadi sebuah
keharusan. Sehingga pada harapannya adalah mendorong desa untuk mulai berbenah,
masyarakat mulai berwacana baik, dan pemerintah semakin ingat dengan serius
untuk membangun desa yang lebih baik.
Membuka Ingatan Membangun (Lebih Serius terhadap) Desa
Reviewed by Makhfud (Cak Pod)
on
01.03
Rating:
Tidak ada komentar: