Nilai-Nilai Kartini-an sebagai Manhaj al-Fikr

“Dikenal karena suka membaca, pemikiran, dan perjuangannya
untuk masa depan perempuan Indonesia”
Hantaran
Siapa yang tidak mengenal Ibu Kartini?
Semuanya mengenalnya. Hari ini (21 April 2014), hampir semua perempuan
merayakan peringatan Ibu Kartini dengan berbagai macam cara. Ada yang
berpakaian adat, bergaya ala Ibu Kartini, atau berceramah soal sejarah
Beliau. Tidak banyak yang membicarakan soal Nilai Kartini-an tersebut.
Sehingga banyak perempuan yang hanya memperingati Ibu Kartini tetapi
tidak meneruskan nilai-nilai perjuangan Ibu Kartini.
Kenapa “Kartini-an”? Karena pemikiran dan perjuangan Beliau harus kita perjuangkan, bukan sekedar diperingati. Seperti halnya “Gus Dur-ian”,
maka boleh ada kartini-an. Hehehehe. Saat nilai-nilai pemikiran dan
perjuangan harus terus dihidupkan ruhnya dengan menjadi
paradigm/kerangka berfikir. Hematnya adalah, “Nilai-Nilai Kartini-an sebagai Manhaj al-Fikr”.
Permukaan hantaran
Soal sejarah lebih menarik dengan
membahasnya secara kritis. Karena kebanyakan melihat sejarah sebagai
sesuatu yang bersifat kenangan saja. Sebenarnya sejarah mengandung ilmu
pengetahuan tentang bagaimana kita dalam menyikapi sesuatu fenomena yang
terjadi sekarang ini.
Kartini seorang bangsawan yang kebetulan
orang tuanya masih sangat taat pada adat istiadat. Seperti yang
sudah-sudah pada masa itu, perempuan setelah lulus dari Sekolah Dasar ia
tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi.
Akan tetapi, akan dipingit sambil menunggu waktu untuk dinikahkan.
Beliau tetap menurut meskipun hatinya berkata lain. Beliau sangat haus
akan ilmu dan ingin memberitahukan bahwa perempuan juga mempunyai hak
belajar. Akhirnya untuk memanfaatkan waktu-waktunya di rumah diisi
dengan membaca buku-buku bersama si-mbok (pembantunya). Sampai akhirnya
menikah dengan seseorang lelaki yang bernama Raden Adipati
Joyodiningrat, yang dijodohkan oleh orang tuanya. Luar biasa, Kartini
masih meminta ijin untuk belajar dan mengajarkan ilmu kepada perempuan
dengan mendirikan Sekolah Perempuan.
Berbeda dengan kondisi sekarang yang
serba bebas bahkan dibiarkan. Banyak perempuan yang tidak
sungguh-sungguh memanfaatkan segarnya kebebasan hak dalam belajar.
Mereka lebih cenderung bersenang-senang. Agaknya budaya (adat istiadat)
zaman kartini boleh di bawah pada masa sekarang. Agar mereka sadar akan
pentingya belajar. Selain itu, banyak perempuan dengan sikap dan
perilaku yang tercela. Misalnya menjadi anak durhaka dengan berkata yang
kotor dan memaksakan kehendaknya dengan berlebihan. Bukankah sekarang
orang tua kita lebih terbuka dari pada orang tua Ibu Kartini? Kalaupun
masih sama, kita tetap harus memakai cara-cara yang lebih sopan agar
tidak menjadi anak durhaka. Mungkin terlalu sulit membalikkan waktu,
lebih mudah dengan belajar sejarah Ibu Kartini secara kritis dan
mengambil nilai-nilai perjuangan dan pemikiran Beliau.
Pemikiran dan perjuangan Ibu Kartini
terdapat semangat kesetaraan gender dan feminis. Kita harus benar-benar
memaknai semangat kesetaraan gender dan feminis secara komprehensif dan
dipraktikkan secara ramah dan toleran agar terwujudnya
perempuan-perempuan yang menjadi khalifah Allah fi al-Ardhi (Khalifah
Allah). Bahwa perempuan tidak hanya berhenti pada status setara dengan
kaum laki-laki, tetapi juga harus menunjukkan dengan kinerja-kinerja
yang luar biasa.
Isi Hantaran
Seperti halnya sebuah hantaran lamaran,
sub ini membahas isi hantaran yang telah dibuka permukaan hantaran
tersebut menuju isi hantaran, yaitu “Nilai-Nilai Kartini-an sebagai Manhaj al-Fikr”.
Artinya, pemikiran dan perjuangan Ibu Kartini terus dapat hidup menjadi
semangat produktif bagi seluruh perempuan-peempuan Indonesia.
Berikut ini adalah nilai-nilai pemikiran dan perjuangan Ibu Kartini :
Berikut ini adalah nilai-nilai pemikiran dan perjuangan Ibu Kartini :
- Menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia
- Menghormati dan patuh terhadap Orang Tua serta Toleran terhadap budaya orang tua
- Menjunjung tinggi ilmu pengetahuan
- Budaya membaca
- Tetap menjadi Ibu Rumah Tangga sekaligus mengabdi untuk kamajuan peradaban
- Semangat kesetaraan gender dan semangat feminis
- Tidak mudah berputus asa
- Menghormati dan patuh terhadap suami
- Berperilaku sopan dan Berpenampilan sopan
- Menjungjung tinggi budaya daerah, bangsa, dan Negara secara kritis transformatif.
Penutup Hantaran
Perempuan yang berparadigma fundamental akan berpikir bahwa perempuan adalah kanca wingking wong lanang dan mempunyai job description
“Dapur”, “Kasur”, dan “Sumur” an sich. Kemudian pemikiran perempuan
yang liberal lebih menekankan pada penghapusan secara total tugas rumah
tangga, banyak perempuan yang bekerja terus menerus akhirnya tidak
meluangkan waktu untuk anak-anaknya. Selanjutnya perempuan harus
berparadigma moderat yaitu mengharmonisasikan tugas rumah tangga dan
tetap berkarya. Harusnya perempuan hari ini sudah mencapai fase moderat atau perempuan ulul albab
dengan satu cara menjadikan nilai-nilai pemikiran dan perjuangan Ibu
Kartini sebagai Manhaj al-Fikr. Selamat berdzikir, berpikir, dan beramal
sholeh (Ulul albab).
Tulisan ini memerlukan kritik dan saran agar mendekati kesempurnaan. Semoga bermanfaat bagi kita semua.
Tulisan ini memerlukan kritik dan saran agar mendekati kesempurnaan. Semoga bermanfaat bagi kita semua.
Nilai-Nilai Kartini-an sebagai Manhaj al-Fikr
Reviewed by Makhfud (Cak Pod)
on
06.18
Rating:
Tidak ada komentar: