Refleksi Perkembangan Pemahaman Organisasi Kemahasiswaan di Republik Ngalah (Kajian Pemikiran Romo Kyai Moh. Sholeh Bahruddin)
Refleksi Perkembangan Pemahaman Organisasi
Kemahasiswaan di Republik Ngalah[1]
(Kajian Pemikiran Romo Kyai Moh. Sholeh Bahruddin)
Jalan
Yang Lurus Bukan Berarti Jalan Itu Tanpa Berliku,
Jalan
Yang Lurus Adalah Jalan Yang Terus Mengantarkan Kita Kapada Tujuan Meskipun
Berliku-Liku.
Gerakan
Kita Tidak Boleh Statis, Harus Selalu Dinamis. Dinamis Secara Pemikiran Dan
Action.
Karena
Hidup Kita Akan Terus Berubah, Sebab Tidak Ada Perubahan Kecuali Perubahan Itu
Sendiri.
Begitu
Juga Dengan Pemikiran Beliau Yang Mengandung Nilai Kontekstual
Malah
Sering Dipahami Secara Tekstual Saja. Dan Itu Berjalan Secara Tanpa Disadari.
Mengawali dari
kegelisahan terhadap sikap mahasiswa (khususnya di Ngalah) yang memandang
sebelah mata terhadap organisasi, membuat kita (organisator) harus menguras
pemikiran untuk meminimalisir pertumbuhan sikap tersebut. Sikap tersebut muncul
bukan tanpa sebab. Ada yang mengatakan bahwa munculnya sikap tersebut adalah
pengaruh lingkungan mahasiswa yang bersangkutan yang kurang mendukung dan ada pula
yang menggangap kesalahan berfikir mahasiswa itu sendiri terhadap organisasi.
Alasan-alasan tersebut sama-sama berkemungkinan benar. Sudahlah, kita tidak
perlu membenarkan satu dan yang lain. Bagaimana kalau kita mengidentifikasi dan
menemukan akar permasalahan sebab-sebab tersebut secara proporsional.
Bahkan, pada beberapa mahasiswa baru pada
umumnya, virus apatisme yang mengidap mereka bisa diamati dari tampak jelasnya
sikap masa bodoh terhadap kegiatan-kegiatan positif, seperti ikut aktif dalam
forum diskusi, mengurus komunitas belajar, atau ikut berpartisipasi dalam aksi
demonstrasi. Kegiatan para mahasiswa yang apatis terhadap aktivitas-aktivitas
positif seperti ini pada hari-hari kuliah biasanya hanya “ku-pu-ku-pu”
(kuliah-pulang-kuliah-pulang). Ada tambahan, bukan hanya mahasiswa rumahan
tetapi mahasiswa pekerja, kos-kos-an atau santri yang kebetulan mahasiswa. Di
Ngalah bukannya apatis, akan tetapi ada pemahaman mereka tentang organisasi
adalah sampingan an sich.
Mahasiswa yang bekerja banyak yang sibuk dengan
pekerjaannya, mahasiswa yang kos-kos-an pun sibuk dengan agenda mereka dengan
pacarnya dan bisnis-bisnis sampingan, dan santri pun sibuk dengan rutinitas dan
terpengaruh dengan kesalahan-kesalahan pemahaman yang tekstual. Di balik fakta
tersebut, akan tetap ada yang peduli dengan organisasi kemahasiswaan dan
lagi-lagi hanya sebagai sebuah sampingan saja. Kita semua tidak benar ketika
mempunyai pemahaman bahwa organisasi kemahasiswaan adalah sampingan saja. Sebab
organisasi kemahasiswaan ada dalam kurikulum perguruan tinggi dan keputusan
menteri pendidikan dan kebudayaan RI NOMOR 155 /U/1998.
Selain itu, terkadang kita memandang bahwa
diskusi tanpa aksi/implementasi dan begitu juga sebaliknya adalah tidak
berarti. Menurut saya, itu sama sekali tidak benar sebab sebuah diskusi akan
menentukan aksi kita selanjutnya, begitu juga dengan aksi akan mengajak kita
untuk mendiskusikannya kembali. Jadi, yang menurut saya tidak berarti adalah
mereka-mereka yang tidak mau berdiskusi dan tidak beraksi. Akan tetapi secara
teoritis, kita harus mulai dari refleksi, plan, aksi, refleksi, plan, aksi dan
seterusnya. Kematangan berproses tersebut tidak akan cukup dan berjalan lama
ketika kita hanya dengan kuliah tanpa berorganisasi.
Pemahaman organisasi sebagai sampingan atau
bagian dari sebuah kesunnahan perlu adanya rekonstruksi pemikiran. Termasuk
memahami dawoh-dawoh Romo Kyai Sholeh Bahruddin terkait organisasi.
Beliau pernah berkata, Organisasi itu sunnah,
yang wajib adalah kuliah, tidak ada sarjana PMII atau GMNI (kurang lebih
seperti itu). Tidak perlu lah kita memahaminya dengan definisi wajib sunnah
secara tekstual. Dari perkataan tersebut bukan mengadung makna bahwa organisasi
adalah pekerjaan sampingan saja, akan tetapi sebagai sebuah penunjang. Kita
semua tidak akan mampu menjalani yang wajib saja, sehingga banyak alternatif
kesunnahan-kesunnahan. Selain itu, perkataan tersebut muncul (menurut saya)
karena ada senior-senior kita yang terlalu mementingkan organisasi dari pada
kuliah dan pondoknya dan lain sebagainya, sampai-sampai tidak lulus dan
dikeluarkan (D.O). Jadi, perkataan tersebut adalah sebuah respon dan bersifat
khusus pada reaksi yang direspon atau pembatasan sikap ekstrem orgaisator dan
mengandung unsur pembelajaran untuk menentukan langkah menuju orientasi yang
seharusnya yaitu keseimbangan kuliah/nyantri/yang lain secara
proporsional. Selain itu, saya kurang sepakat bila titak lulus atau ada masalah
karena organisasi. Itu bukan salah organisasi, akan tetapi kesalahan kita
sendiri.
Sebelum dawoh tersebut, ada dawoh yang
menyatakan bahwa seluruh mahasiswa/i ikutlah/berorganisasi di PMII (karena pada
waktu itu hanya ada PMII saja). Dapat kita pahami bahwa organisasi benar-benar
bukan sebuah sampingan saja melainkan sebuah penunjang mencapai tujuan kita bersama.
Bila kita gabungkan dawoh tersebut, dapat kita pahami bahwa pemikiran
Beliau bersifat Kontekstual dan penuh dengan nilai-nilai intelektualitas
tinggi. Sehingga, tidak tepat kalau kita memahaminya hanya secara tekstual dan
parsial. Kemampuan berfikir seperti ini, tidak kita dapatkan secara laduni (tanpa
sebab) melainkan melalui proses yang tepat dengan berdiskusi dan lain
sebagainya yang dapat kita dapatkan dari berorganisasi.
Apa keuntungan berorganisasi? Apa yang menjadi
tujuan kita (insya Allah) akan dapat dipermudah dengan pengalaman kita
berorganisasi. Dan kami juga meminta maaf apabila ada kesalahan. Mari kita
diskusikan bersama dengan secangkir teh saja jangan kopi, karena saya suka teh.
Hehehe.
[1] Bahan
Diskusi Lepas LP2TS, PMII, GMNI, BEM, dan lain-lain oleh Makhfud Syawaludin
(PMII) tanggal 8 Februari 2013
Refleksi Perkembangan Pemahaman Organisasi Kemahasiswaan di Republik Ngalah (Kajian Pemikiran Romo Kyai Moh. Sholeh Bahruddin)
Reviewed by Makhfud (Cak Pod)
on
03.52
Rating:
Tidak ada komentar: