Top Ad unit 728 × 90

Popular Posts

PEREMPUAN, JUGA MANUSIA


Perempuan berhak mendapatkan pendidikan, perlindungan, dan pengakuan diri serta meraih mimpi-mimpinya. Perempuan juga berkewajiban memberikan pendidikan, memberikan perlindungan, dan memberikan pengakuan terhadap sesama serta mewujudkan mimpi-mimpi para ahlinya.

Oleh: Makhfud Syawaludin*

A. Mukoddimah
         Tentu ingat dengan cerita Nabi Adam as dan Ibu Hawa. Dengan luar biasanya Surga, tidak mampu menghapuskan rasa gelisah Nabi Adam as. Beliau merasa kesepian. Melihat hal tersebut, Allah merasa ibah dan diciptakanlah Ibu Hawa sebagai pendampingnya. Begitu romantis kehidupan cinta Beliau berdua. Ibu Hawa benar-benar melengkapi kehidupan Beliau di Surga. Selang beberapa waktu, terjadi peristiwa bersejarah. Nabi Adam dan Ibu Hawa diturunkan ke Bumi karena telah memakan buah khuldi. Dan mulailah mereka berdua membangun kehidupan di Bumi.
         Makna apakah yang dapat kita pelajari bersama? Kasih tau gak ya?Hehehe. Beberapa tafsiran pribadi yaitu a). Manusia ada dua jenis, Laki-Laki dan Perempuan. Mempunyai hak dan kewajiban yang sama, b). Manusia adalah makhluk sosial, yang akan membutuhkan dan memberikan kebutuhan kepada yang lain, c). Cinta adalah fitrah manusia. Siapapun pernah jatuh cinta dan dijatuhi cinta. Namun, cinta berbeda dengan nafsu. Jadi, ada peraturan yang mengatur cinta-cinta manusia untuk bersatu, d). Allah tidak akan memberikan cobaan dan ujian melebihi kemampuan manusia tersebut, karena Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang, e). Kehidupan tidak membosankan, ada bahagia juga ada penderitaan, ada kegembiraan ada juga kesedihan, terus menerus berproses dan kembali kepada Allah SWT, f). Manusia bisa salah. Jadi, saling mengingatkan adalah yang terbaik. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran (al-‘Ashr, 103: 2-3), dan g). Manusia tidak hanya sebagai hamba Allah, melainkan juga sebagai khalifah fil ardh.
     Kalau ada yang bertanya, pentingkah pendidikan bagi perempuan? Bisakah perempuan menjadi pemimpin? Bolehkah perempuan bekerja? Jawabannya mudah. Semuanya boleh. Akan tetapi ada ketentuan-ketentuan yang bersifat proporsional bagi laki-laki dan perempuan. Perbedaan ketentuan tersebut sama sekali tidak mempunyai arti laki-laki lebih dari pada perempuan atau sebaliknya, akan tetapi lebih kepada kebaikan bersama-sama dalam menjalani kehidupan di dunia sebagai bekal menuju akhirat. Bukankah kita semua harus saling mengenal dan menghormati, bukan saling menindas dan mengkambinghitamkan yang lain. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (al-Huujuraat, 49: 13).

B. Hakekat Manusia
Menurut Sastrapateja, mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang historis. Hakikat manusia sendiri adalah sejarah, suatu peristiwa yang bukan semata-mata datum. Hakikat manusia hanya dapat dilihat dalam perjalanan sejarah dalam sejarah bangsa manusia. Beliau mengatakan lebih lanjut bahwa apa yang kita peroleh dari pengalaman kita atas pengalaman manusia adalah suatu rangkaian anthropological constants yaitu dorongan-dorongan dan orientasi yang tetap dimiliki manusia. lebih lanjut ia menambahkan ada sekurang-kurangnya enam anthropological constants yang dapat ditarik dari pengalaman sejarah umat manusia yaitu:
1. Relasi manusia dengan kejasmanian, alam, dan lingkungan ekologis
2. Ketertiban dengan sesama
3. Keterikatan dengan struktur sosial dan institusional
4. Ketergantungan masyarakat dan kebudayaan pada waktu dan tempat
5. Hubungan timbal balik antara teori dan praktek
6. Kesadaran religius dan para pemeluk agama
Keenam anthropological constants ini merupakan satu sintesis dan masing-masing saling berpengaruh satu dengan yang lainnya (Sastraprateja, 1982: ix-x) dalam (Ramayulis, 2006: 1-2).
Selain itu,  menurut Alexis Carrel (seorang peletak dasar-dasar humaniora di Barat), manusia adalah makhluk yang misterius, karena derajat keterpisahan manusia dari dirinya berbanding terbalik dengan perhatiannya yang demikian tinggi terhadap dunia yang ada di luar dirinya. Tambahan menurut Ibn ‘Arabi (tokoh filsafat Islam) melukiskan hakekat manusia bahwa tidak ada makhluk Allah yang lebih bagus dari manusia. Allah SWT membuatnya hidup, mengetahui, berkuasa, berkehendak, berbicara, mendengar, melihat, memutuskan, dan ini adalah merupakan sifat-sifat rabbaniyah (Ramayulis, 2006: 2).
Dari segi kata yang digunakan dalam al-Qur’an manusia dikenal (merujuk) dengan kata-kata al-Insan, al-Basyar, dan al-Nas (Ramayulis, 2006: 3-6).
1. Al-Insan terbentuk dari akar kata nasiya yang berarti lupa. Kata al-Insan dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 73 kali yang disebut dalam 43 surat. Penggunaan kata al-Insan pada umumnya digunakan untuk menggambarkan keistimewaan manusia menyandang predikat khalifah di muka bumi, sekaligus dihubungkan dengan penciptaannya. Keistimewaan tersebut karena manusia merupakan makhluk psikis disamping makhluk pisik yang memiliki potensi dasar, yaitu fitrah akal dan kalbu. Potensi ini menempatkan manusia sebagai makhluk Allah yang mulia dan tertinggi dibanding makhluk-Nya yang lain. Nilai psikisnya sebagai al-Insan al-Bayan (menurut al-Syaukani, al-Insan al-Bayan bahwa manusia memiliki kemampuan berbicara, mengetahui halal dan haram, kemampuan mengembangkan ilmu pengetahuan, dan lain-lain)  yang dipadu wahyu Ilahiyah akan membantu manusia dalam membentuk dirinya sesuai dengan nilai-nilai insaniah yang terwujud dalam perpaduan iman dan amalnya (lihat at-Tiin, 95: 6). Dengan pengembangan nilai-nilai tersebut, akhirnya manusia dapat mengemban amanah Allah dimuka bumi.
2. Kata al-Basyar dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 36 kali yang tersebar dalam 26 surat. Secara etimologi, al-Basyar merupakan bentuk jamak dan kata al-Basyarat yang berarti kulit kepala, wajah dan tubuh menjadi tumbuhnya rambut. Pemaknaan manusia dengan al-Basyar memberikan pengertian bahwa manusia adalah makhluk biologis serta memiliki sifat-sifat yang ada di dalamnya, seperti makan, minum, perlu hiburan, seks dan lain sebagainya. Kata al-Basyar ditunjukkan kepada seluruh manusia tanpa terkecuali. Bahkan seorang Nabi dan Rosul.
3. Kata al-Nas. kata ini dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 240 kali yang tersebar dalam 53 surat. Kata al-Nas menunjukkan pada hakikat manusia sebagai makhluk sosial dan ditunjukkan kepada seluruh manusia secara umum tanpa melihat statusnya apakah beriman atau kafir. Manusia juga sebagai makhluk yang berdimensi ganda, yaitu sebagai makhluk yang mulia dan tercela. Semua manusia mempunyai empat dasar karakter, diantaranya a). Sifat as-Sab’iyyah, b). Sifat al-Bahimiyyah, c). Sifat as-Syaithoniyyah, dan d). Sifat ar-Rabbaniyah (Baca Ihya Ulumudin, juz 3, hlm. 10, dan Bidayatul Hidayah Fil Ubudiyah, hlm. 76) dalam Kitab Fiqih Jawabul Masail Bermadzab Empat, 2012 Jilid 1: 281). Selain itu, kata al-Nas juga dipergunakan al-Qur’an yaitu untuk penunjukan kepada makna lawan dari binatang buas. Ia diasumsikan sebagai makhluk yang senantiasa tunduk pada alam dimana ia berada. Kata al-Nas, selalu dipertentangkan dengan katan al-Jin yang artikan kepada makhluk yang senantiasa melakukan mafsadah di muka bumi.

C. Manusia sebagai Khalifah fi al-Aradh
Manusia selain ‘abd Allah (hamba Allah), manusia juga menempati posisi strategis menjadi khalifah Allah fi al-Ardhi (Khalifah Allah). Bila ditinjau, kata khalifah berasal dari fi’il madli khalafa yang berarti mengganti dan melanjutkan. Berarti ada yang diganti untuk meneruskan yang lain.
Menurut Quraish Shihab istilah khalifah dalam bentuk mufrad (tunggal) yang berarti penguasa politik hanya digunakan untuk nabi-nabi yang dalam hal ini Nabi Adam as. Dan tidak digunakan untuk manusia pada umumnya. Sedangkan untuk manusia biasa digunakan khala’if yang didalamnya mengetahui arti yang lebih luas, yaitu bukan hanya sebagai pengguasa politik tapi juga penguasa dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam hubungan pembicaraan dengan kedudukan manusia dalam alam ini, nampaknya lebih cocok digunakan istilah khala’if dan kata khalifah. Namun demikian yang terjadi dalam penggunaan sehari-hari adalah bahwa manusia sebagai khalifah di muka bumi. Pendapat yang demikian tidak ada salahnya karena dalam istilah khala’f sudah terkandung makna istilah khalifah. Sebagai seorang khalifah ia berfungsi menggantikan orang lain dan menempati tempat serta kedudukan-Nya. Ia menggantikan orang lain menggantikan kedudukan kepemimpinannya atau kekuasaannya (Ramayulis, 2006: 9).
Yang menjadi khalifah bukanlah laki-laki saja ataupun hanya perempuan, melainkan manusia. Laki-laki dan Perempuan berbeda secara sex (jenis kelamin), namun sama secara gender. Gender adalah perbedaan peran, tugas, fungsi, dan tanggung-jawab serta kesempatan antara laki-laki dan perempuan karena dibentuk oleh tata nilai sosial budaya (konstruksi sosial) yang dapat diubah dan berubah sesuai kebutuhan atau perubahan zaman. Sehingga, jangan berkecil hati sebagai perempuan, prempuan juga manusia. Mempunyai hak dan kewajiban yang sama secara proporsional untuk mendapatkan pendidikan, meraih prestasi, dan menjalankan tugas sebagai khalifah/khala’if.
Menjadi khalifah di muka bumi, memerlukan segudang pengetahuan dan pengalaman. Maka tidak heran ada dalam al-Quran dan hadis yang menyatakan bahwa wajib menuntut ilmu bagi muslim dan muslimah. Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya (at-Taubah, 9: 122). Selain itu, dalam sebuah hadis juga menyebutkan bahwa mencari ilmu dimulai dari buaian ibu sampai pada liang lahat.

D. Hubungan Kedudukan Manusia Dengan Pendidikan Islam
Manusia sebagai khalifah di bumi memerlukan sebuah media transmisi dan transformasi kekhalifahannya. Dan pendidikan memiliki fungsi transmisi dan transformasi apapun termasuk tugas kekhalifahan umat manusia di bumi. Pastinya, pendidikan tersebut harus benar-benar membentuk pribadi anak didik dengan nilai-nilai ilahiah dan nilai-nilai insaniah secara proporsional Selain itu, manusia juga harus menjaga alam semesta ini dengan baik, kita tidak boleh merusaknya bahkan kita akan malu kepada Allah yang telah mempercayakan alam ini kepada kita semua. Buktikan bahwa anggapan malaikat tentang manusia kurang tepat. Manusia tidak hanya merusak dan menumpahkah darah, melainkan membawa kebaikan dan kedamaian di alam ini.
Sudah jelas, bahwa untuk merealisasikan tugas dan kedudukan manusia di bumi dapat ditempuh melalui pendidikan. Dengan media ini, diharapkan manusia dapat mengembangkan potensi yang diberikan Allah secara optimal, untuk merealisasikan kedudukan, tugas, dan fungsinya. Dan konsep pendidikan Islam dapat menjadi satu alternatif dalam pengembangan untuk tugas tersebut (Ramayulis, 2006: 9). Selain pendidikan Islam, pendidikan umum pun bisa mengantarkan kita sebagai khala’if di muka bumi. Setiap usaha dalam mengembangkan kemampuan manusia menjadi hamba Allah dan khalifah di bumi adalah ibadah dan kita memang harus melaksanakan itu semua dalam rangka ibadah kepada Allah SWT.

E. Daftar Pustaka
Dept. Agama R.I. 1980. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an.
Ramayulis, H. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kalam Mulia.
Kitab Fiqih Jawabul Masail Bermadzab Empat. 2012 Jilid 1. Pasuruan: Yayasan Darut Taqwa.

* Ketua HIMAPRODI PAI Univ. Yudharta Pasuruan periode 2011-2012 dan sekarang menjabat sebagai Ketua Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Ngalah
PEREMPUAN, JUGA MANUSIA Reviewed by Makhfud (Cak Pod) on 04.09 Rating: 5

Tidak ada komentar:

All Rights Reserved by My Opinion About © 2014 - 2015
Designed by JOJOThemes

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.