Selangkah Untuk Perdamaian: Catatan Kegiatan DYC TOT 2014 di Trowulan
Membicarakan perdamaian
ibarat membicarakan gadis pujaan yang akan kita persunting, artinya butuh
perjuangan yang cukup menguras tenaga dan yang pasti adalah
kontinuitas/istiqamah untuk mendapatkan perdamaian. Selangkah untuk perdamaian
menurut saya merupakan tindakan awal melangkah menuju kampung perdamaian.
Tulisan ini akan menceritakan secuil pengalaman saya ketika mengikuti Diversity
Youth Camp (DYC) and Training of Trainer Conflict Transformation 2014 yang
dilaksanakan di Mahavihara Majapahit Trowulan Mojokerto Jawa Timur mulai tanggal 19-21
September 2014. Kegiatan tersebut diikuti oleh Pemuda lintas Agama Jawa Timur.
Kegiatan ini juga, memfokuskan pada Promosi Perdamaian dan Transformasi Konflik oleh Pemuda Lintas Agama
melalui Potensi Kearifan Lokal serta Pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Komunikasi.
Mengawali
bercerita terkait harapan besar penulis yang ingin sekali mempunyai teman
berbeda agama. Mulai penulis masih kuliah, tepatnya semseter 3, saya terus
berangan-angan bisa berteman dengan semua pemeluk agama-agama di Indonesia. Hal
ini terinspirasi oleh senior-senior di PMII (pergerakan mahasiswa Islam
Indonesia) Komisariat Ngalah Universitas Yudharta Pasuruan dan Pengasuh Pondok
Pesantren Ngalah Purwosari Pasuruan yaitu KH. Moh. Sholeh Bahruddin yang intens
berkomunikasi dengan lintas agama dan menyebarkan nilai-nilai perdamaian. Alhamdulillah
terkabul pada tahun 2014. Meskipun belum semua agama, setidaknya sebagian besar
agama sudah terwakili. Selain itu, penulis juga berteman dengan
kelompok-kelompok trans gender dan aliran-aliran dalam Islam seperti muhammadiyah,
shiddiqiyah dan wahidiyah. Penulis tidak merasakan adanya gesekan-gesekan atas
perbedaan dintara semua peserta, satu sebab bahwa semua peserta duduk dan
membahas sesuatu secara bersama-sama, yaitu tentang konflik dan perdamaian. Ini
menunjukkan, bahwa ada sesuatu hal yang dapat menyatukan kita ketimbang
menceraiberaikan kita sebagai manusia dan warga negara kesatuan republik
Indonesia.
Lebih lanjut,
berikut akan dipaparkan penulis kesan-kesan ketika mengikuti kegiatan Diversity Youth Camp (DYC) and Training of Trainer Conflict
Transformation 2014, diantaranya adalah:
1.
Mendapatkan pemahaman betapa tidak pentingnya dan dampak dari tindakan
kekerasan dalam hal apapun. Kekerasan yang pernah dialami seseorang, akan
berpotensi menjadikan seseorang tersebut melakukan kekerasan yang serupa bahkan
lebih dari kekerasan yang dialaminya. Kekerasan itu persolan kekuatan dan
kekuasaan. Apa yang terjadi apabila kekuatan sebagian besar masyarakat mengarah
pada kekerasan? Dan apa yang terjadi apabila kekuasaan telah memicu
praktik-praktik kekerasan? Sisi yang lain, bagimana ketika kekuatan masyarakat
dan kekuasaan tersebut mengarah pada tindakan-tindakan beretika dan membawa
misi perdamaian? Tentunya kita dapat menjawab itu dan memilih untuk berbuat apa
atas kekuatan yang kita miliki dan atas kekuasaan yang kita miliki pada saat
ini. Selain itu, penyelesaian atas konflik adalah demi menjungjung tinggi hak
asasi manusia.
2.
Betapa pentingnya komunikasi yang baik/efektif dalam mewujudkan
perdamaian bersama-sama. Terkadang kita hanya memahami ide (positif) kita tanpa
mengajak berkomunikasi kepada orang lain yang tentunya juga mempunyai ide
(positif) sendiri. Ketika berhenti dan tidak ada komunikasi, maka ide-ide itu
akan menjadi ekslusif, bahkan negatif. Namun, ketika ide-ide tersebut saling
berkomunikasi dan berdialektika akan menjadi lebih positif.
3.
Tambah wawasan tentang berkomunikasi. Seperti syarat-syarat agar
terciptanya komunikasi yang efektif, yaitu: a). Keterbukaan, b). Empati, c).
Sikap positif, d). Dukungan, dan e). Kesamaan. Ada juga tips ketika
berkomunikasi yaitu “jangan cepat-cepat menafsirkan, mengintervensi, dan
mengevaluasi perkataan dari lawan berkomunikasi kita”. Selain itu, ketika
berkomunikasi kita harus merasa setara (egaliter) agar komunikasi menjadi
efektif. Menjadi perlu untuk menjadi pendengar yang baik.
4.
Menambah game-game education dan ice breaking. Misalnya
model perkenalan variasi jati diri dengan simbol “gunung” dan “laut” dan
permainan transfer info.
5.
Sebelum penulis mengikuti DYC TOT ini, beranggapan bahwa hanya Islam yang
berdakwah lewat tradisi. (pemikiran tersebut tidak membuat penulis menjadi
intoleran). Setelah berkunjung ke GKJW (Gereja Katolik Jawi Wetan) di
Mojowarno, penulis terkagum dengan metode dakwah umat katolik tersebut. Bahkan
sampai hari ini, tradisi tersebut dijalankan dengan penuh hikmad, penuh
toleran, dan penuh dengan nilai-nilai perdamaian. Tradisi tersebut adalah
tradisi unduh-unduh. Hal ini menjadikan penulis semakin yakin, bahwa
agama-agama maupun aliran-aliran apapun dapat berdampingan dan bekerja sama
dengan semangat kemanusiaan untuk mewujudkan perdamaian.
Lebih jauh,
kegiatan ini telah menjembatani penulis untuk lebih semangat belajar soal
budaya dan praktik-praktik kebudayaan yang damai, baik itu kearifan lokal dan
budaya dunia. Besar harapan penulis dapat menulis sebanyak-banyaknya
budaya-budaya lokal pada khususnya yang mengadung nilai-nilai perdamaian. Kemudian
menambah jaringan untuk merapatkan barisan secara massif mengkampanyekan
perdamaian. Terakhir, kegiatan ini menjadikan penulis semakin mempunyai budaya
berpikir inklusif dan pluralis, dan semoga penulis mencapai mindset
berfikir religius, inklusif dan pluralis. Amin.
Selangkah Untuk Perdamaian: Catatan Kegiatan DYC TOT 2014 di Trowulan
Reviewed by Makhfud (Cak Pod)
on
06.06
Rating:
Tidak ada komentar: