Memilih Money Politics atau Ijtihad?
Semacam Pengantar
Beberapa
bulan bahkan tahun 2013 kemarin, ramai sekali dzikir-dzikir
masyarakat-masyarakat putus asa berucap “Wani
Piro? Wani Piro? Wani Piro?”. Ada juga yang berucap “Golput wae, lek gak oleh syai’un-syai’un”.
Sebentar lagi tanggal 09 april 2014. Kita akan nyoblos calon DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia), DPD
(Dewan Perwakilan Daerah), DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Provinsi, dan DPRD
(Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Kabupaten/Kota, dikenal dengan PILEG (Pemilu
Legislatif) tercantum dalam undang-undang No. 8 Tahun 2012. Mari kita
mendengarkan dzikir-dzikir tersebut, atau kita merubah dzikir-dzikir tersebut
menjadi “Saya harus tahu, mana pemimpin yang tepat saya pilih”, atau mungkin
kita berjamaah berdzikir “Wani Piro? Wani Piro? Wani Piro?”
Berbicara
tentang permasalahan perusak demokrasi dalam pemilu tersebut, menganjurkan kita
untuk melihat kembali fungsi pemilu sebagai satu bentuk sarana pelaksanaan demokrasi.
Fungsi pemilu tidak hanya untuk mengganti para pemimpin, tetapi juga berfungsi
sebagai media bagi rakyat untuk menyuarakan pendapatnya, mengubah kebijakan,
mengganti pemerintahan, menuntut pertanggungjawaban, dan menyalurkan aspirasi
lokal. Jadi, pemilu yang begitu menjungjung hak-hak kita jangan sampai kita
jual-belikan dengan uang un sich. Eman-eman gan. Mari kita sukseskan
pemilu 2014, sukses pemilu adalah sukses kita bersama.
Seputar
Politik Uang
Istilah santrinya syaiun-syaiun, memilih karena sesuatu
hal itulah politik uang atau money
politics. Politik uang masuk dalam definisi setiap orang menjanjikan atau
memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye
Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung untuk: a). Tidak menggunakan hak
pilihnya; b). Menggunakan hak pilihnya dengan memilih Peserta Pemilu dengan
cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah; c). Memilih Partai Politik
Peserta Pemilu tertentu; d). Memilih calon anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD
Kabupaten/Kota tertentu; atau e). Memilih calon anggota DPD tertentu (Peraturan
KPU No. 01 Tahun 2013 pasal 49). Beberapa pelaksanaan Pemilu selama Pemilukada
dan Pilgub, bahkan Pilkades pun sarat dengan politik uang tersebut. Dengan
begitu dapat dikatakan kebanyakan dari kita sudah terjangkit penyakit
pragmatis, pemalas, dan imbalan secara instan. Sering menjadi alasan, penyebab
politik uang dari segi penerimanya terkadang beralasan kecewa, pengalaman pahit
memilih sebelumnya, dan lain-lain. Seharusnya ketika kita sudah pernah
mengalami hal tersebut menjadikan kita lebih hati-hati dalam memilih, bukan
malah sebaliknya.
Terkait sanksi politik
uang terdapat pada pasal 301 UU Nomor 8 Tahun 2012: setiap pelaksana kampanye
pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya
sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung
sebagaimana pasal 89 dipidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling
banyak Rp. 24.000.000,00 (money politic
pada masa kampanye). Kemudian pasal 301 ayat (2) UU Nomor 8 Tahun 2012: setiap
pelaksana, peserta, dan/atau petugas kampanye pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan
imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung ataupun tidak
langsung sebagaimana pasal 84 dipidana penjara paling lama 4 tahun dan
denda paling banyak Rp. 84.000.000,00 (money
politic pada masa tenang). Selanjutnya pasal 301 ayat (3) UU Nomor 8 Tahun
2013: setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau
memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilu untuk tidak menggunakan hak
pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp. 36.000.000,00. Akan tetapi,
peraturan tersebut masih belum sepenuhya dipatuhi.
Praktik money politic di masyarakat mempunyai
beberapa bentuk, diantaranya: a). Menyembunyikan uang dilipatan/dibawah/didalam
sesuatu seperti kalender, buku yasin dan tahlil, serta di bawah kue, dan
lain-lain b). Melalui kegiatan sumbangan-sumbangan terhadap kegiatan-kegiatan
di masyarakat seperti kelompok pemuda, rutinan masyarakat, dan
organisasi-organisasi sekolah/perguruan tinggi, c). Memberikan secara langsung
berupa uang tunai dalam pertemuan-pertemuan, dan d). Memberikan janji-janji
oplosan atau menggiurkan. Tidak menutup kemungkinan, modus money politic akan terus berkembang dan semakin hidden. Selain itu, budaya money politic begitu sejalan dengan
pemikiran sebagian masyarakat sehingga sulit sekali untuk diberantas. Ibarat
gunung es, apabila praktik money politic
yang terlihat sebanyak 50, maka yang tidak terlihat bisa sampai 500 kasus
praktik money politic.
Perlu dipahami pula
tentang dampak money politic sangat
merugikan, antara lain: a). Menciderai suara rakyat dan proses demokrasi, b).
Menghasilkan pemimpin yang tidak bermoral, c). Pemimpin yang tidak berkompeten,
bahkan pemimpin yang korup, dan d). Menghilangkan hak untuk memilih sesuai
kebebasan aspirasi kita.
Memilih adalah Ijtihad
Mencermati definisi
politik uang (PKPU No. 01 Tahun 2013 pasal 49) terdapat beberapa hal yang sarat
dengan perampasan hak dan kewajiban serta ketidakadilan. Tentunya, Islam sangat
menentang perampasan hak dan kewajiban serta keadilan. Begitu pentingnya sikap keadilan sehingga penegakan keadilan
dan menghapuskan segala bentuk ketidakadilan adalah misi utama para Nabi
(al-Hadid: 25). Dan
dikatakan Islam berarti harus adil karena ketidakdilan sangat dibenci oleh
Allah serta bukan ajaran-Nya. Seperti yang dikatakan oleh KH. Said Aqil Siradj
(Jawa Pos, 26 Januari 2012). Ijtihad dalam hal ini dimaknai secara bahasa yaitu
berfikir bersungguh-sungguh untuk memutuskan sesuatu hal. Bila di tarik dalam
pemilu, berijtihad adalah berfikir secara sungguh-sungguh untuk mencari tahu
dan memilih wakil rakyat yang tepat. Alasan terkait memilih adalah ijtihad sama
dengan melakukan musyawarah dan ijma’. Dimana pemilu dapat diartikan sebagai
pelembagaan dari prinsip muayawarah.
Beberapa dari kita
mengatakan sulit sekali mencari pemimpin yang baik dan takut salah dalam
memilih. Oleh karena itu, minimal kita mngenal siapa yang kita pilih. Misalnya
mencari tahu rekam jejak politikus yang kita pilih serta mempelajari visi dan
misi mereka. Selain itu jangan takut salah dalam memilih. Seperti halnya
ijtihad, bila kita sudah memilih dan yang dipilih ternyata salah maka yang
memilih masih mendapatkan pahala satu. Apabila memilih benar, maka yang memilih
mendapatkan pahala dua. Selain itu, tidak mungkin tidak ada yang baik dari
sekian calon wakil kita. Jangan berputus asa dan selamat mencari. Selamat
berijtihad sahabat. Katakan Tidak pada money
politic mulai dari diri kita, keluarga kita, dan teman-teman semua.
Pilihlah berijtihad, bukan money politic.
Memilih Money Politics atau Ijtihad?
Reviewed by Makhfud (Cak Pod)
on
09.52
Rating:
Tidak ada komentar: