Republik Ngalah, Meneguhkan Islam Nusantara
Makhfud Syawaludin*
NU dan Pesantren, Persemian Islam Nusantara
Beberapa minggu yang lalu (27/06/2016), diskusi
publik yang diselenggarakan oleh Dewan Riset Daerah (DRD) Kabupaten Pasuruan,
mengambil tema “Menggali Nilai Luhur Pendidikan Karakter di Kabupaten Pasuruan”
dan dihadiri juga oleh KH. Agus Sunyoto sebagai satu dari beberapa pembicaranya.
Dari situlah, bahwa Pesantren adalah lembaga pendidikan yang lahir dan sesuai
dengan kebudayaan masyarakat Nusantara. “Sesungguhnya, bangsa kita
sangat beradab. Perjalanan sejarah lembaga pendidikan di
Nusantara mempunyai semangat yang sama meskipun berbeda-beda namanya. Seperti
Padepokan (Agama Kapitayan), Asrama (Budha), Dukuh (Hindu), Peguron
(Tantrayana), dan Pesantren (Islam). Pendidikan tersebut
menjunjung akhlak dan toleransi, yang merupakan keluhuran
karakter masyarakat Nusantara.”
Ungkap penulis buku Altas Walisanga tersebut.
Senada dengan itu, pesantren dalam lipatan sejarahnya senantiasa berdialog
dengan kondisi lingkungan dan mengakar ditengah-tengah masyarakat.
Sederhananya, pesantren bersifat inklusif. (Makhfudz: 2004). Dengan begitu,
pesantren mempunyai posisi yang strategis dalam transmisi nilai-nilai luhur dan
religiusitas kehidupan masyarakat sembari melakukan kontrol, stabilisasi, serta
transformasi sosial dan budaya dalam masyarakatnya. Dalam konteks nusantara
yang multikultur, pesantren telah membangun sikap toleransi antar masyarakatnya
yang asal-usulnya berbeda agar hidup bersama-sama dengan bingkai Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Maka, pesantren merupakan tempat persemian
Islam sekaligus meneguhkan persatuan masyarakat Nusantara, termasuk menjaga
NKRI. Itulah yang menurut penulis sebagai semangat dalam Islam Nusantara.
Hingga pada pertemuan Konferensi Ulama Thariqah dalam rangka Bela Negara, NKRI,
Pancasila, dan UUD 1945 Harga Mati di Pekalongan (15-17/01/2016), Indonesia
menjadi percontohan implementasi Islam Rahmatan Lil ’Alamin berbentuk Bela
Negara. Yang selanjutnya diteguhkan dalam kegiatan Isomil (International Summit
of Moderate Islamic Leaders) NU di Jakarta (9-10/05/2016), Islam Nusantara (sebagai
perwujudan konsep Islam Rahmatan Lil ‘Alamin) menjadi gagasan baru dalam
pengembangan Islam yang ramah dan santun di dunia.
Pesantren Ngalah, Miniatur NU
“NU adalah Pesantren Besar, sedangkan Pesantren adalah NU kecil.” Kata Gus
Dur. Pada
kesempatan yang berbeda, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam kunjungannya di Ngalah (2005), menyatakan bahwa Yayasan Darut Taqwa adalah miniatur NU. “Kyai Sholeh, saya beri nilai
‘sudah baik’, karena disinilah kultur NU hidup dan bisa
diterapkan dalam bentuk nyata. Darut Taqwa adalah miniaturnya NU,
karena Darut Taqwa senantiasa berprilaku betul-betul berpijak pada
nilai-nilai tasamuh, tawasuth, tawazun dan ta’addul.” Ujar Gus Dur.
Baru kemarin Penulis menulis dalam KnowLedge Letter Kailebah Edisi I
(Mei-2016), bahwa gagasan Bela Negara merupakan sebuah Manhaj al-Fikr atau
sebuah Paradigma Berpikir. Argumentasi tersebut diilhami dari buku “Jawaban
dari Pondok Pesantren Ngalah Sengonagung Purwosari Pasuruan” untuk kegiatan
Konferensi Ulama Thariqah dalam rangka Bela Negara, NKRI, Pancasila, dan UUD
1945 Harga Mati di Pekalongan (15-17/01/2016). “Bela Negara merupakan sebuah
Manhaj al-Fikr, yakni dengan empat prinsipnya memupuk semangat religius (Ruh
al-Tadayyun), memupuk dan menumbuhkan semangat nasionalisme (Ruh
al-Wathaniyah), memupuk semangat pluralitas (Ruh al-Ta’addudiyah), dan memupuk
semangat humanitas (Ruh al-Insaniyah).” Inilah bukti kecil, Manhaj al-Fikr
Ngalah, NU Banget (Islam Nusantara).
Pesantren Ngalah, Sebuah pesantren yang dibilang Gus Dur sebagai pesantren
yang serupa dalam penaman namanya dengan Pesantren Mbodoh pengasuh Alm. KH.
Hamid Kajoran Magelang. “Saya, datang kesini baru kemarin. Ada pondok, Pondok
Ngalah. Ini Saingannya Pondok Alm. KH. Hamid Kajoran Magelang, yang namanya
Pondok Pesantren Mbodoh, sampai sekarang masih ada, dibawah putra Beliau, Gus
Baqo Arifin“. Ujar Gus Dur dalam acara Peresmian Kampus Universitas Yudharta
Pasuruan (2005). Selain nama Mbodoh dan Ngalah, masih banyak lagi pesantren
yang dinamai dengan istilah Nusantara, misalnya pondok pesantren Langitan, Tambah
Beras, Tebu Ireng, Pacul Gowang, dan Sidogiri.
Pesantren Ngalah dalam meneguhkan Islam Nusantara dapat dilihat dari
beberapa hal, antara lain: 1). Meneruskan model dakwah para walisanga, utamanya
Dakwah Kebudayaan Sunan Kalijaga. Seperti yang lazim dikenal dan dilakukan,
pesantren Ngalah bersama lintas iman (Dakwah multikultural), 2). Meneruskan
tradisi kelimuan dan amalan NU. Mulai dari seninan, manaqiban, maleman dan lain
sebagainya, serta penerbitan buku-buku keagamaan. Seperti buku fiqih galak
gampil, jawabul masail, Sabilul Muttaqin, Sabilus Salikin, dan sebagainya. Buku-buku
tersebut merupakan konstruksi dalam persemian dan meneguhkan Islam Nusantara. Selanjutnya,
3). Mengawal bergulirnya wacana keislaman dan kebangsaan melalui kegiatan
agama, sosial, dan pendidikan. Bisa dikatakan, nuansa harmonis dan nyaman dalam
keberbedaan di Pasuruan, baik dari segi kegiatan keagamaan, sosial, budaya, dan
keilmuan pusatnya adalah di Ngalah.
Kampus Yudharta, Dari Desa untuk Nusantara dan Dunia
Sebuah kampus desa, yang pernah dijamin oleh Gus
Dur menjadi kampus maju dan berkeadaban. “Tempatnya di Desa, jauh dari mana-mana.
Itu juga sesuatu yang harus diperhitungkan, sebagai kelebihannya. Lebih-lebih
ini, multi agama. Sesuatu yang saya perjuangkan seumur hidup, Khoirunnas
‘Anfauhum Linnas. Lha, disini ada Pendeta, Romo, dan lain-lain. Disini, semoga
ketemu manfaat itu.“ Ujar Gus Dur dalam Kolokium Ulama di Pasuruan (2005).
“Sekarang unik dan menyendiri, semoga dalam jangka panjang akan menjadi biasa
dan akan dilakukan oleh orang-orang kebanyakan di Indonesia.” Lanjut Ketua Umum
PBNU tiga periode tersebut. Kenyataannya hari ini, Visi Multikultural Kampus
Yudharta menjadi seksi dan beberapa kampus mulai mengikuti berbrending kampus
Multikultural. Hal itu tidak lantas membuat kita semua gumun, justru inilah awal dan akan terus kita lakukan sebagai upaya
realisasi jaminan Gus Dur tersebut. Bahwa Yudharta, kampus Desa yang akan
mendunia.
Untuk mempersiapkan itu, Yudharta tidaklah
dapat berkembang sendirian. Artinya, tugas kita bersama untuk merawat Republik
Ngalah ini. Sebuah miniatur NU dan Miniatur Islam Nusantara. Kita bisa memulai
dengan upaya-upaya sebagai berikut, yaitu: 1).
Harus terus dijaga agar Pesantren Ngalah dapat terus moderat-progresif dalam
kajian-kajian agama, baik diniyah dan ijtimaiyah, serta mengawal dinamika
kebudayaan Nusantara dalam teks-teks agama yang pluralis (Galak Gampil, Jawabul
Masail, Sabilus Salikin, dan lain-lain). 2).
Mencetak para Santri dan/atau Mahasiswanya ber-Manhajul Fikr Aswaja
an-Nahdliyah. Santri dan Mahasiswa harus melatih kepekaan religi dan sosilanya
serta berparadigma kritis. Melatih kepekaan religi dengan giat ngaji diniyah dan taat atas tradisi
kepesantrenan yang lainnya. Adapun untuk kepekaan sosial dan berparadigma
kritis, dapat diasah dengan berorganisasi sembari banyak membaca dan menulis.
Satu dari Beberapa alasan Penulis menyebutnya sebagai Republik Ngalah, sebab
organisasi di ngalah sangatlah multikultur. Mulai dari belajar sebagai pengurus
kamar asrama dan pengurus pondok, terlibat di Osis, Teater Sekolah, Forum Komunikasi
Ulya, Majalah Minna, Himpunan Mahasiswa Program Studi, BEM (Badan Eksekutif
Mahasiswa), UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), dan lain sebagainya.
Kalau tidak memanfaatkan itu, kayaknya kita rugi dalam berproses di Republik
Ngalah ini. Terakhir, 3). Menjadikan
Yudharta sebagai rujukan dalam wacana Islam Nusantara dan Pengembangan Konsep
Multikultural dalam segala bidang keilmuan. Kalau sekarang masih
diperbincangkan dan dikembangkan pendidikan multikultural, kedepan harus ada
Komunikasi Multikultural, Psikologi Multikultural, Politik Multikultural
(Politik Kebangsaan), Pertanian dan Perniagaan Multikultural, Desain Bangunan
(Sipil) Multikultural, dan lain sebagainya. Dimulai dari sekarang dan hari ini.
Kalau tidak demikian, kita akan kehabisan substansi. Dengan begitu, apa yang
dipercayakan Gus Dur kepada Universitas Yudharta Pasuruan menjadi kenyataan.
Pernah dimuat di Majalah MinNa Ponpes Ngalah Purwosari edisi X dan Terbit Bulan September 2016
Republik Ngalah, Meneguhkan Islam Nusantara
Reviewed by Makhfud (Cak Pod)
on
20.21
Rating:
Tidak ada komentar: